Kabag Perekonomian Sekdakab Bireuen, Jailani, menyebutkan penjualan gas bersubsidi oleh Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) bisa menjadi solusi. Dengan demikian, penerima gas 3 kilogram tersebut tepat sasaran dan dijual dengan harga normal.
“BUMG tidak cari untung (dengan cara illegal). Kalau penjual sudah hampir pasti mencari untung,” kata Jailani kepada tim pengawasan elpiji 3 kilogram pemerintah Aceh, di Kantor Bupati Bireuen, Jumat 5/07.
Pemerintah Aceh membentuk tim pengawasan elpiji 3 kilogram yang terdiri dari Biro Ekonomi Setda Aceh, Biro Humas, Dinas ESDM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh dan PT. Pertamina (Persero). Tim ini bertugas melakukan sosialisasi kepada penjual dan penerima manfaat dari gas elpiji 3 kilogram, di seluruh Aceh.
Dari beberapa wilayah yang telah dikunjungi yaitu Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen, tim menemukan beberapa pangkalan nakal yang menjual gas seharga Rp.20 ribu, lebih mahal 2 ribu dari harga het. Beberapa pangkalan elpiji juga menjual gas kepada pengecer.
Unggul Adi Wibowo, Sales Executive LPG Aceh, menyebutkan pihaknya akan memberi catatan atas temuan tersebut dan akan meminta agen sebagai pihak yang mendistribusikan gas ke pangkalan untuk memberikan sanksi, baik berupa pengurangan kuota gas hingga pemutusan hubungan kerja.
Unggul menyebutkan, pihaknya juga akan meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah, karena dari Pemda lah salah satu izin usaha pangkalan dikeluarkan. “Pemda kalau pun di lapangan menemukan pangkalan yang nakal, cabut saja izinnya sehingga dari sistem kita bisa cabut juga,” kata Unggul.
Dalam sidak dan sosialisasi Pemerintah Aceh sejak 2 Juli kemarin, tim juga menemukan rantai pemasaran terlalu panjang yang kemudian menjadikan elpiji tersebar hingga ke tingkat pengecer. Padahal, seharusnya rantai distribusi elpiji tidak boleh sampai di pengecer.
“Dari SPPBE disalur ke agen dan kemudian ke pangkalan. Pangkalan seharusnya mendistribusikan langsung ke penerima manfaat. Tidak ada rantai distribusi sampai ke pengecer,” kata Unggul.
Kabag Pembinaan Indag, ESDM dan Pariwisata Biro Perekonomian Setda Aceh, Anizar, menyebutkan fakta tersebut akan dijadikan catatan pihaknya untuk disampaikan kepada Pelaksana Tugas Gubernur Aceh. Apalagi tim juga menemukan beberapa pangkalan masih menjual gas subsidi kepada pegawai negeri.
Padahal Plt Gubernur telah mengeluarkan surat edaran terkait larangan bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota se-Aceh, untuk tidak menggunakan Gas subsidi ukuran 3 kilogram. Hal tersebut tertuang dalam surat edaran bernomor 540/8435, tertanggal 13 Juni 2019.
“Larangan ini ditujukan agar penggunaan LPG tabung ukuran 3 Kg bersubsidi tersebut, dapat disalurkan dengan tepat sasaran,” kata Anizar.
Anizar mengapresiasi beberapa pangkalan yang mematuhi aturan dengan menjual gas subsidi tetap kepada mereka yang berhak yaitu keluarga miskin dan pelaku IKM. Pangkalan Doa Ibunda di Gampong Dayah Baroh Kecamatan Ulim Pidie Jaya, bahkan menempelkan surat edaran gubernur dan screenshot pemberitaan media tentang larangan Aparatur Sipil Negara untuk membeli gas bersubsidi.
“Kalau ada PNS yang membeli gas saya tunjuk itu (surat edaran gubernur),” kata Darmayanti, pengelola pangkalan tersebut. Ia mengakui surat tersebut sedikit memberikan efek, di mana masyarakat kelas menengah yang mengonsumsi elpiji subsidi mulai berkurang.
Sementara Pangkalan Seureuta Rahmat, miliknya BUMG Gampong Tu Kecamatan Panteraja menjual harga sesuai kesepakatan. “Kita kasih ke warga kita dulu. Kalau lebih baru kita berikan ke warga (gampong) sebelah,” kata Mariati, pengelola pangkalan itu.
Anizar menyebutkan, pengelolaan pangkalan oleh pemerintah gampong melalui BUMG bisa menjadi sebuah solusi. Gampong kata Anizar, punya data tentang masyarakat miskin yang berhak memakai elpiji bersubsidi, sehingga pemanfaatannya tepat sasaran.