Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah didesak untuk melanjutkan kembali pelaksanaan moratorium pertambangan di Aceh. Pasalnya masih banyak persoalan sumber daya alam yang belum selesai ditertibkan.
Kadiv Kebijakan Publik dan Anggaran Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Fernan mengatakan ada beberapa alasan kenapa moratorium pertambangan ini penting dilanjutkan oleh Plt Gubernur Aceh sampai masalah pengelolaan sumber daya alam selesai secara tuntas.
Fernan menyebutkan, kelanjutan moratorium diperlukan karena sejauh ini belum dilakukan penyusunan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) serta sinkronisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA). Petensi kerugian negara akibat tunggakan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga belum tertagih.
Kemudian, masih lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang, banyak terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berada di kawasan hutan lindung bahkan diduga melanggar aturan.
Tak hanya itu, lanjut Fernan, terdapat IUP yang sudah Clean and Clear (CnC), tetapi masih menimbulkan permasalahan serta adanya konflik masyarakat dengan perusahaan tambang yang belum tuntas.
Lalu, masih maraknya praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang bisa mengancam keselamatan atau keberlanjutan lingkungan, serta banyak pengalihan IUP Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi perusahaan modal asing yang dinilai sarat masalah.
“Karena itu, untuk memperbaiki tata kelola pertambangan di Aceh, maka sudah seharusnya Plt Gubernur Aceh segera melanjutkan moratorium tambang,” kata Fernan disela-sela diskusi review pelaksanaan moratorium pertambangan di Aceh, Rabu (20/2) di Banda Aceh.
Fernan menjelaskan, berdasarkan catatan GeRAK, selama moratorium pertambangan periode sebelumnya sejak tahun 2014-2017 masa Gubernur Aceh Zaini Abdullah, hingga perpanjangan terakhir masa Irwandi Yusuf yang berakhir pada Juni 2018 lalu, banyak perubahan yang cukup signifikan.
Selama tiga tahun moratorium tambang yang dikeluarkan Zaini Abdullah itu, dari 138 IUP seluas 841 ribu hektare, berkurang menjadi 37 IUP dengan luasan 156 ribu hektare. Hasil ini merupakan prestasi yang cukup baik.
“Pemerintah Aceh perlu melanjutkan moratorium ini lagi kedepan, kami akan terus mengawal SDA yang ada di Aceh,” tuturnya.
Kemudian, kata Fernan, pertimbangan kelanjutan moratorium pertambangan ini juga untuk memperbaiki mekanisme perizinan yang sesuai SOP dengan memperhatikan asas kehati-hatian.
Tak hanya itu, jika kedepannya moratorium ini dilanjutkan, pemerintah juga harus membentuk tim evaluasi guna memantau tata kelola pertambangan serta pelaksanaan dari moratorium itu sendiri.
“Masyarakat sipil memandang kebijakan Instruksi gubernur belum maksimal dilakukan selama ini, sehingga perlu perpanjangan moratorium sekaligus membantuk tim evaluasi,” pungkas Fernan.