Sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 provinsi Aceh mengelola dana otonomi khusus sebesar Rp. 27,3 Triliun.
Besaran dana otsus yang diterima setiap tahunnya membuat Aceh menempati urutan ke 7 provinsi di Indonesia yang pendapatan daerah perkapitanya terbesar, sedangkan jika tanpa dana otsus maka Aceh menempati peringkat ke 15 dari 33 provinsi di Indonesia.
Hal demikian dikatakan Abdullah abdul muthaleb dari Jaringan Peduli Anggaran (JPA) pada diskusi public Qua Vadis perencanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban dana otonomi khusus di Aceh, Selasa (14/05) pagi.
Abdullah mengatakan dana otsus sudah cukup banyak membantu pembangunan Aceh, namun pihaknya berharap pemerintah Aceh untuk menerbitkan rencana induk penggunaan dana Otsus, sementara kepada pemerintah pusat diharapkan untuk mengarahkan efektifitas penggunaan dana otsus, kepada tim pemantau dana otsus DPR RI diminta untuk lebih optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya, selain itu kepada penegak hukum diharapkan untuk menindaklanjuti kasus indikasi korupsi yang bersumber dari dana Otsus di Aceh.
“kita apreisasi pemerintah, tapi banyak hal yang harus diperbaiki, mungkin ada proyek yang terbengkalai, makanya kedepan kita harap rencana induknya itu harus jelas dulu”lanjutnya.
Sementara itu kepala Bapedda Aceh Abubakar Karim memaparkan, penerimaan dana Otsus setiap tahunnya ke Aceh terus mengalami peningkatan, ia merincikan pada tahun 2008 Otsus yang diterima Aceh sebesar Rp. 3,5 T, naik menjadi Rp. 3,7 T pada tahun 2009, kemudian menjadi Rp. 3,8 T tahun 2010, Rp. 4,5 T pada tahun 2011, menjadi Rp. 5,4 T ditahun 2012 dan meningkat menjadi Rp. 6,2 T pada tahun 2013.
Menurut Abubakar 60 persen dari dana otsus digunakan untuk program dan kegiatan pembangunan Aceh, sedangkan 40 persen digunakan untuk kegiatan dan pembangunan kabupaten-kota.
Abubakar mengakui masih ada sejumlah hambatan dalam penggunaan dana otsus seperti masih adanya usulan kegiatan yang belum focus, masih terdapat kegiatan terbengkalai dan belim fungsional serta masih adanya kegiatan pembangunan fisik yang diusulkan tidak dengan kesiapan lahan, amdal dan pelelangan.