Beginilah Wajah Pendidikan Aceh

Mutu pendidikan di Aceh masih tertinggal, kendati fasilitas sarana dan prasarana pendidikan sudah membaik. Tahun 2013, melihat besarnya pendanaan, Provinsi Aceh memiliki peluang untuk mengejar ketertinggalan bidang pendidikan tersebut.

Hal ini dikemukakan oleh Peneliti Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP), Renaldi Safriansyah dalam diskusi publik membahas hasil analisis Anggaran Aceh 2005 sampai 2012 bidang Pendidikan di 3 in 1 cafe, Banda Aceh, Jumat 19 April 2013.

Menurut Renaldi sesuai penelitian yang dilakukan lembaganya, program dan penganggaran pendidikan selama ini telah meningkatkan aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana. “Namun belum berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan, terutama mutu guru dan lulusan,” ujarnya.

Aceh merupakan salah satu daerah yang mempunyai belanja pendidikan perkapita tertinggi di Indonesia. Menduduki ranking empat dengan anggaran perkapita Rp 1,2 juta. Ranking pertama ditempati Papua Barat. Sementara rata-rata belanja pendidikan perkapita Indonesia adalah Rp 935 ribu.

Anggaran pendidikan Aceh meningkat signifikan sejak tahun 2008, namun mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Peningkatan belanja pendidikan ini erat kaitannya dengan adanya tambahan penerimaan provinsi dari otonomi khusus dan bagi hasil migas. Tahun 2011, total belanja pemerintah untuk sektor pendidikan di Aceh secara nominal terhitung sebesar Rp 4,3 triliun, meningkat dua kali lipat dari tahun 2007, yang terhitung sebesar Rp 2,1 triliun. Sedangkan tahun 2012 tercatat Rp 3,9 triliun.

Data 2012, dari jumlah tersebut, sebesar 23 persen dikelola oleh provinsi, selebihnya 23 kabupaten/kota di Aceh. Dana yang dikelola provinsi sebagian besar (76 persen) berada di bawah tanggung jawab Dinas Pendidikan Provinsi. Selebihnya Majelis Pendidikan, Pemuda Olahraga dan Badan Dayah. Anggaran dipergunakan lebih besar untuk belanja modal serta barang dan jasa. Terutama pembangunan fisik.

Renaldi menyebutkan, kenyataan di lapangan sarana pendidikan di Aceh sudah cukup memadai, terus meningkat sejak tahun 2006. Pada tahun 2012, Secara keseluruhan, daya tampung siswa rata-rata perkelas di Aceh terhitung sebanyak 26 siswa, jauh lebih tinggi dari standar pelayanan minimal yang disyaratkan, 32 siswa perkelas. “Jarak tempuh ke sekolah dari pemukiman juga lebih baik dari standar nasional,” ujarnya.

Pada sisi lain, besarnya belanja pendidikan dan ketersediaan sarana yang baik, belum searah dengan hasil capaian mutu dari pendidikan. Secara umum, beberapa indikator mutu seperti akreditasi sekolah, mutu guru masih kurang baik dan tingkat kelulusan siswa. Data 2011, ada sekitar 30 persen sekolah di Aceh yang belum terakreditasi, dan hanya 1 dari 5 orang guru di semua jenjang pendidikan yang bersertifikasi. Jumlah guru di Aceh sekitar 117,978 orang. “Kualitas guru di Aceh berada pada peringkat 28 nasional,” kata Renaldi.

Sedangkan mutu kelulusan siswa, Aceh juga masih berada di bawah rata-rata nasional. Mengacu pada nilai rata-rata SMPTN kelompok IPA, Aceh menduduki peringkat ke 33 secara nasional (nilai 44,86), sedangkan kelompok IPS di peringkat 25 (nilai 43,19).

Kenyataan lain, beberapa kabupaten yang memiliki belanja pendidikan yang relatif tinggi memiliki nilai ujian akhir nasional yang rendah, seperti Aceh Tengah dan Aceh Jaya. Sedangkan Bireun, Aceh Utara dan Banda Aceh yang memiliki belanja pendidikan perkapita yang lebih rendah mencatat nilai ujian akhir nasional yang relatif baik.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads