Penerjemahan Alquran ke dalam Bahasa Aceh telah masuk pada tahap akhir, yakni melakukan validasi terakhir sebelum dilakukan proses cetak oleh Kementerian Agama RI, hasil terjemahan tersebut dibahas dalam Workshop Validasi II yang berlangsung pada 1-3 Agustus 2018, di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.
Ketua Panitia, Dr. Abdul Rani, M.Si disela-sela workshop, Kamis (2/8/2018) mengatakan, ini merupakan pertemuan terakhir tim penerjemah dengan para pakar dan tim lainnya sebelum nantinya naik cetak. Namun sebelumnya juga telah dilakukan beberapa kali workshop/seminar, serta workshop validasi pertama dan ini merupakan yang ke dua.
Penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh merupakan program kerja sama Puslibang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, yang ditandatangani pada Maret 2017 lalu.
“Tim penerjemahan Alquran telah bekerja sejak ditandatangani MoU untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh, beberapa kali mereka berdiskusi untuk menyamakan persepsi dalam penggunaan bahasa, selain pertemuan resmi seperti worksop, penerjemah juga sering membuat rapat bersama tim, termasuk para pakar dan tim ahli lainnya”, ujarnya.
Disebutkan, tim penerjemahan Alquran terdiri dari tujuh orang penerjemah dan tiga orang panitia, dengan tim kecil tersebut maka dilakukan berbagai upaya untuk menerima masukan para pakar dari berbagai disiplin ilmu, antara lain ahli tafsir, pakar bahasa Indonesia dan Aceh dan budayawan, pembahasan dilakukan dalam bentuk workshop.
Adul Rani menyatakan, Masyarakat Aceh akan segera memiliki kitab suci Alquran terjemahan dalam bahasa Ibu, yakni bahasa Aceh, yang merupakan bahasa yang mayoritas dipakai oleh masyarakat di wilayah provinsi Aceh. Ini merupakan hasil kerja keras tim penerjemah dan mahakarya UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Sebelumnya, Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Warul Walidin AK, MA dalam sambutannya pada pumbukaan workshop validasi II, Rabu malam (1/8) mengatakan, pada awal abad ke 20 salah seorang tokoh Aceh Teungku Mahyuddin, untuk pertama kalinya menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh dalam bentuk bersajak Aceh, karya tersebut diterbitkan oleh UIN Ar-Raniry (dulu-IAIN) pada tahun 1985.
“Alquran terjemahan berjasak Aceh telah diterbitkan dan itu yang pertama dalam bahasa Aceh, selanjutnya pada tahun 2008 mahakarya tokoh Aceh tersebut diterbitkan kedua kalinya yang difasilitasi oleh P3KI Ar-Raniry dengan BRR NAD-NIAS. Sementara ini merupakan yang ke tiga penerjemahan Alquran ke dalam bahsa Aceh, dilakukan oleh Kementerian Agama RI besama UIN Ar-Raniry” ujarnya.
Warul menyatakan, bahwa Alquran terjemahan ini fungsinya sangat luar biasa bagi generasi di masa akan datang, mereka dapat mempelajari Alquran dengan bahasa Ibu, sehingga untuk penerapan dan pendalaman serta penyerapannya lebih dekat, juga dapat diajarkan baik di dalam rumah tangga, TPA dan tempat pendidikan lainnya.
“Kita dapat memperkenalkan Alquran kepada anak-anak kita secara langsung dari bahasa Ibu, ini sangat strategis dan luar biasa, sehingga dapat dipahami dengan baik,” kata Warul.
Warul Walidin menegaskan, bahwa Aceh ini ditetapkan sebagai wilayah pertama datangnya Islam, bukannya hanya di Nusantara, tapi sesungguhnya juga di Asia tenggara. Para ulama telah membangun peradaban Islam dan tamaddun Islam pada abad ke tujuh masehi, mereka mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam, sehingga dikenal bukan hanya di Nusantara, Asia bahkan di dunia.
“Saya pernah membaca tulisan Nurkhalis Majid, mengatakan bahwa dahulunya bahasa melayu itu adalah bahasa tutur, tapi Aceh lah yang membuat bahasa tutur menjadi bahasa tulis disamping bahasa tutur, dan ini dikembangkan oleh para tokoh Aceh seperti Nurddin Ar-Raniry, Hamzah al Fansuri dan As-Singkili,”kata Prof.
Disamping itu, tambah Prof Warul, bahwa selain bahasa melayu pernah berkembang di Aceh yang akhirnya menjadi bahasa pemersatu bangsa yakni bahasa indonesia, di Aceh juga berkembang 13 beberapa bahasa lain seperti, bahasa Gayo, bahasa Jamee, bahasa Simeulue dan lain-lain, namun yang terbesar pemakainya adalah bahasa Aceh.
“Mudah-mudahan ke depan nantinya akan ada terjemahan Alquran ke dalam bahasa lain seperti Gayo, Aneuk Jamee, Simuelue dan sebagainya,” Warul.
Rektor juga menyampaikan apresiasi kepada tim penerjemah, panitia, tim validator serta seluruh tim yang terlibat dalam menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh, dalam jangka waktu yang sangat singkat dapat diselesaikan.