Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menolak jawaban Gubernur Aceh terkait penggunaan hak interpelasi anggota lembaga legislatif tersebut.
Penolakan tersebut diputuskan dalam rapat paripurna DPRA yang berlangsung di ruang sidang utama DPRA di Banda Aceh, Senin. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRA T Irwan Djohan.
Irwan Djohan mengatakan, penolakan jawaban Gubernur Aceh terhadap penggunaan hak interpelasi karena para anggota merasa belum memuaskan.
“Jawaban yang disampaikan Gubernur Aceh belum memuaskan. Bahkan, ada jawaban yang dijawab singkat, seperti pertanyaan terkait suap Rp14 miliar dalam proyek pembangunan dermaga BPKS, jawaban hanya tidak terlibat. Padahal, DPRA ingin mendapat penjelasan,” kata Irwan.
Begitu juga dengan pertanyaan lainnya, seperti soal penerbitan peraturan gubernur APBA atau APBD, penerbitan peraturan gubernur yang mengalihkan lokasi eksekusi cambuk dari tempat umum ke penjara.
“Selanjutnya, penolakan ini akan disampaikan secara tertulis kepada Gubernur Aceh. Jika tidak ada respons dari Gubernur, DPRA akan menggunakan hak selanjutnya, seperti hak angket,” kata Irwan.
Sebelum diputuskan dalam rapat paripurna, kata dia, penolakan tersebut dibahas di Badan Musyawarah DPRA. Hasil dari musyawarah tersebut selanjutnya diminta persetujuan anggota DPRA dalam rapat paripurna.
“Rapat paripurna merupakan keputusan tertinggi. Artinya, keputusan tertinggi memutuskan menolak jawaban Gubernur Aceh,” kata politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut.
Sebelumnya, 46 dari 81 Anggota DPRA menyetujui penggunaan hak interpelasi, yakni hak meminta penjelasan terkait kebijakan pemerintahan terhadap Gubernur Aceh.
Ada beberapa pertanyaan DPRA yang dimintai penjelasan dari Gubernur Aceh, yakni pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2018 melalui peraturan gubernur bukan dengan qanun atau peraturan daerah.
Kemudian, meminta penjelasan Gubernur Aceh terkait terbitnya peraturan gubernur yang memindahkan pelaksanaan hukuman cambuk di tempat terbuka dan dapat disaksikan masyarakat luas ke dalam penjara.
Berikutnya, dugaan suap Rp14 miliar lebih sebagaimana disebutkan di surat dakwaan Jaksa KPK dalam perkara dengan terdakwa Ruslan Abdul Gani, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang atau BPKS.
Selain itu meminta keterangan terkait pelanggaran sumpah jabatan. Gubernur Aceh diduga melanggar etika. Termasuk tata cara komunikasi gubernur di media sosial turut dimintai penjelasan. Antara