Ketua Komisi VII DPR Aceh Ghufran Zainal Abidin secara tegas meminta kepada pemerintah daerah untuk mencabut izin hotel-hotel yang membiarkan berlangsungnya kegiatan prostitusi.
Hal demikian disampaikan Ghufran, Kamis (05/04/2018), saat melakukan kunjungan ke Polresta Banda Aceh dalam rangka melihat langsung perkembangan kasus prostitusi online yang berhasil di bongkar Polresta Banda Aceh beberapa waktu lalu.
Ghufran berharap kepada pemilik home stay, hotel dan rumah kos agar sama-sama menjaga dan membuat aturan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran syariat Islam, disamping harus semakin ketatnya pengawasan oleh pihak polisi syariat Islam.
Kepada pihak manajemen hotel diakui Ghufran sudah dilakukan sosialisasi terkait aturan-aturan yang harus dipatuhi. Dinas Syariat Islam sendiri kata Ghufran, juga sudah memanggil seluruh manajemen hotel, dan jika terulang lagi, maka pihaknya akan merekomendasikan kepada walikota dan gubernur agar izinnya dicabut.
“Kalau setelah sosialisasi ini masih terjadi lagi, maka ini kesannya ada pembiaran, pelanggaran dan tentu akan melakukan tindakan kepada penginapan yang dijadikan tempat prostitusi online,” ujarnya.
Sebelumnya kata Ghufran, pihaknya juga sudah meminta kepada pihak Polda Aceh agar tidak hanya di Banda Aceh dan Aceh Besar, akan tetapi juga seluruh Aceh agar kasus prostitusi online tidak terulang lagi.
“Kita berharap agar pihak kepolisian mempunyai komitmen yang sama untuk mengawal ini, agar ini tidak terulang lagi. Kita apresiasi keberhasilan Polresta Banda Aceh mengungkap Prostitusi Online,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Pihak Komisi VII DPRA juga sempat berbincang langsung dengan mucikari inisial MRS. Kepada Komisi VII DPR Aceh, Mucikari inisial MRS mengakui telah menjalankan aktifitasnya sebagai muckari selama tiga tahun. MRS mengakui melayani tamunya disejumlah hotel di Banda Aceh.
Ia mengakui mengelola 10-15 Pekerja Seks Komresial (PSK) dengan tarif Rp. 2-3 juta perorang, dan jatah yang Ia peroleh sebesar 300-500 ribu perorang.
“Kalau pelanggannya saya tidak tau pasti siapa mereka, tapi siapa yang berduit mereka yang saya layani,” ujarnya.
Didepan Ketua Komisi VII DPRA dan Kapolresta Banda Aceh, Ia juga mengakui, pelanggan umumnya orang sudah berumur, dan PSK yang dikelola pada umumnya masih mahasiswi.