Anggota Badan Anggaran (Banggar) Nurzahri mengakui akibat dari keterlambatan pembahasan dan pengesahan APBA 2018, DPR Aceh sudah dikenakan sanksi oleh pemerintah pusat, berupa tidak dibayarkan gaji hingga enam bulan kedepan.
Hal demikian disampaikan politisi Partai Aceh itu saat menerima peserta aksi dari KAMMI Aceh di depan Kantor DPR Aceh, Kamis (04/01/2018). Aksi mahasiswa itu dalam rangka mendesak agar DPR Aceh dan Pemerintah Aceh mempercepat pembahasan APBA 2018.
Namun demikian DPR Aceh kata Nurzahri hingga kini masih menunggu dokumen KUA-PPAS dari Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) yang hingga kini belum diserahkan pemerintah Aceh.
Karena kata dia, dokumen KUA-PPAS yang diserahkan sebelumnya sudah dikembalikan kepada pemerintah Aceh untuk diperbaiki, mengingat dalam KUA-PPAS lama, belum terlihat program yang sesuai dengan visi-misi Gubernur dan wakil gubernur Aceh yang baru.
“Walaupun persoalan ini di eksekutif tapi kami ikhlas, dan tidak membuat ini menjadi polemik, sampai ada LSM yang meminta agar ada interpelasi kepada gubernur yang ujung-ujungya memberhentikan gubernur, tapi kita nggak akan membawa ini ke ranah politik, karena ini semata-mata teknis, karena system di pemerintah Aceh tidak ada yang mengerjakan,”lanjutnya lagi.
Menurut Nurzahri kesepakatan untuk memperbaiki dokumen itu belum dijalankan oleh Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Bahkan menurutnya, pada 14 Desember 2017 lalu dalam pertemuan dengan gubernur dan wakil gubernur Aceh juga sudah disepakati untuk penyerahan dokumen KUA-PPAS yang baru oleh gubernur Aceh.
“Sampai hari ini kami masih menunggu dokumen itu diserahkan, oleh karena itu kami masih membuka pintu kepada gubernur untuk menyerahkan dokumen KUA-PPAS itu kepada DPR Aceh, karena kalau Pergub maka yang rugi adalah rakyat Aceh,”ujarnya.
Nurzahri menyebutkan banyak perubahan mendasar dalam KUA-PPAS yang baru, bahkan ada pergeseran program kegiatan hingga mencapai angka Rp. 4 Triliun, sehingga pihaknya merasa berkepentigan untuk melihat kembali dokumen perubahan tersebut.
“Kita belum masuk pada tahap pembahasan anggaran, ini baru cerita dokumen mana yang menjadi pegangan, belum masuk pada persoalan inti dari anggaran,”ujarnya.
Nurzahri mengaku tidak berharap agar APBA 2018 dipergubkan, karena hal itu akan merugikan rakyat Aceh. Meskipun demikian persoalan Pergub merupakan kewenangan dari gubernur Aceh dengan segala risikonya.
“Tentunya DPRA tidak mau terlibat dalam risiko yang ada, bahkan tentunya mekanisme pengawasan akan kami hidupkan, karena setiap Pergub APBD itu dibuka pengawasan besar kepada DPR untuk melakukan pengawasan sampai ke level sangat teknis, jadi setiap langkah eksekutif akan menjadi bahan penagwasan yang sangat ketat,”ujarnya.
Sementara itu Koordinator Aksi Ridho Rinaldi dalam orasinya meminta agar RAPBA 2018 segera dibahas dan disahkan paling telat pada 15 Januari 2018, oleh karena itu ia meminta kepada kedua belah pihak untuk menghilangkan kepentingan pribadi dan kelompok serta meminta maaf kepada masyarakat Aceh atas keterlambatan APBA 2018.
“Jika ini tidak diindahkan maka kami akan mengajak masyarakat untuk tidak lagi memilih anggota dewan periode 2014-2019 ini untuk periode berikutnya dan tidak akan berperan aktif dalam program pembangunan Irwandi-Nova,”lanjutnya.