Anggota Komisi Hukum DPR RI Nasir Djamil menyebutkan, ancaman terhadap peredaran gelap narkoba di Indonesia sudah menjadi ancaman yang nyata.
Tapi sayangnya negara tidak serius memerangi para sindikat dan bandar narkoba. Bahkan terkesan hanya perang-perangan alias retorika semata. “Kepala Negara hanya bicara tapi tidak ada tindakan nyata”, ujar Nasir Djamil kepada sejumlah wartawan seusai menyaksikan Apel dan Ikrar Pemuda Aceh Anti Narkoba di halaman Mapolda Aceh, Rabu (20/12/2017).
Menurut politisi Fraksi PKS tersebut, ancaman nyata yang ditimbulkan oleh narkoba adalah meningkatnya jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Hasil survei BNN Pusat dan Pusat Kesehatan UI di 17 Provinsi di Indonesia menemukan sekitar 6,5 juta pengguna.
“Ini baru 17 provinsi, kalau disurvei seluruh provinsi pasti jumlahnya bisa dua kali lipat”, ujar Nasir Djamil.
Disamping itu narkoba juga ikut menyumbang penuh sesaknya penghuni di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Kondisi ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa 70 persen peredaran narkoba di Indonesia dikendali dari balik jeruji. ” ini fakta seperti aneh tapi nyata”, ujar politisi asal Aceh tersebut.
Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa narkoba ini juga menjadi salah satu senjata proxy war untuk melemahkan kekuatan bangsa. Sayangnya upaya penguatan institusi dan regulasi serta sumberdaya manusia belum berbanding lurus dengan slogan Indonesia darurat narkoba.
” Regulasi yang ada saat ini juga membuka celah terjadinya mafia hukum dan mafia peradilan. Karena itu seingat saya, revisi uu narkotika akan direvisi dan menjadi prioritas prolegnas tahun 2018″, ujar Nasir Djamil