Keseriusan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca tercermin dari partisipasi aktif pada Conference of the Parties (COP 23) Fiji, yang berlangsung di Kota Bonn, Jerman sejak tanggal 6 hingga 17 November 2017 yang dihadiri oleh para perwakilian lebih dari 200 negara.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengungkapkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Paris Agreement melalui beberapa strategi kunci meliputi, penyusunan kerangka transparansi nasional, percepatan implementasi perhutanan sosial termasuk skema hutan ada, restorasi gambut seluas 2 juta hektar, ratifikasi konvensi minamata, pengurangan 70% sampah plastik, serta mendukung upaya pengendalian perubahan iklim kepada negara berkembang lainnya.
Pada sesi penutupan Pavilliun Indonesia, Menteri Siti Nurbaya juga menekankan bahwa agenda pelaksanaan Paris Agreement harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan institusi, termasuk parlemen, masyarakat sipil, pihak swasta dan juga komunitas internasional
Sementara itu sejak tahun 2007 Aceh telah menetapkan berbagai kebijakan strategis sebagai upaya dalam pengendalian perubahan iklim terutama yang bersumber dari sektor hutan dan lahan.
Kebijakan tersebut meliputi moratorium logging dan perbaikan tata kelola kehutanan dan perizinan. Upaya-upaya tersebut ditujukan untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan yang ditengarai menjadi faktor penting dalam perubahan iklim.
Luas tutupan hutan Aceh saat ini lebih dari 3 juta hektar, yang menjadikan Aceh sebagai wilayah sub nasional dengan tutupan hutan terluas di Sumatera, dan secara otomatis menjadi harapan bagi Indonesia dalam memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti yang telah di sampaikan sebagai komitmen nasional di dalam NDC (Nationally Determined Contribution).
Delegasi Aceh yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia dengan difasilitasi oleh proyek SICCR-TAC (Support to Indonesia Climate Change Response-Technical Assistance Component) yang didanai oleh Uni Eropa, disambut hangat oleh sejumlah stakeholder kunci pada event penting itu.
Sejumlah permintaan dan dorongan untuk melakukan konsolidasi upaya sinergis mitigasi dan adaptasi Perubahan iklim ditingkat sub national diterima oleh delegasi Aceh dari berbagai pihak seperti UNCDF, GCF (Green Climate Fund), dan delegasi Uni Eropa untuk Indonesia untuk memfasilitasi pertemuan tindak lanjut pada kuartal ke-2 tahun depan.
Menyambut hal itu, perwakilan delegasi pemerintah Aceh, Kautsar Muhammad Yus yang juga anggota DPRA yang berada di Paviliun Indonesia menyambut baik dorongan ini. Kautsar juga menyampaikan bahwa Parlemen Aceh, telah memiliki Kaukus Pembangunan Berkelanjutan yaitu sebuah platform komunikasi antara anggota parlemen Aceh dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat umum yang bersidang setiap kuartal sekali membahas berbagai topik khusus yang telah disusun.
“Kita menyambut tantangan ini dan sesunguhnya tanpa diminta, Aceh sendiri memang sudah berencana untuk melakukan konsolidasi secara intens terkait isu pembangunan berkelanjutan dan khususnya soal perubahan iklim di tahun 2018” imbuhnya.
Pada event ini akan diundang mitra potensial di tingkat nasional dan global untuk bersinergi dan mendukung aksi-aksi nyata tekait perubahan iklim di Aceh.
Sementara itu, delegasi Aceh lainnya Tarmizi mengungkapkan bahwa Gubernur Irwandi Yusuf menaruh perhatian besar terhadap isu lingkungan termasuk perubahan iklim. Didalam rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJMA) yang sedang dirampungkan saat ini, telah dituangkan rencana pengembangan skema insentif bagi wilayah hulu yang memberikan jasa lingkungan bagi wilayah hilir.
“Secara analogis, di tingkat nasional, kami sangat berharap pemerintah pusat juga dapat memberikan insentif dan perhatian yang lebih baik terhadap Aceh yang telah dan selalu memberikan kontribusi signifikan dalam mencegah deforestasi dan degradasi hutan meskipun pada saat sulit, dimana tahapan pembangunan jangka panjang Aceh berada pada fase yang menghadapi tekanan terhadap kebutuhan pembukaan lahan.”ungkapnya.
Meskipun demikian, katanya, Aceh tetap berkomitmen mendukung pemerintah pusat dalam memenuhi target NDC.
Falevi Kirani, seorang anggota delegasi Aceh lainnya menambahkan. Ia juga menyampaikan bahwa Aceh juga adalah salah satu founding members atau anggota pendiri dari Governors Climate and Forest Task Force (GCF) dan saat ini ditunjuk menjadi salah satu executive committee (komite eksekutif), yaitu sebuah forum komunikasi tingkat provinsi atau negara bagian untuk agenda perubahan iklim dan kehutanan.
Konferensi UNFCCC atau COP 24 tahun 2018 direncanakan akan berlangsung di negara Eropa lainnya, yaitu Polandia tepatnya pada bulan Desember.