Pemerintah Republik Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan status negara berpenghasilan tinggi pada 2038, sejalan dengan visi Asta Cita. Salah satu kunci untuk mencapai target tersebut adalah penerapan kecerdasan artifisial (AI) yang berdaulat.
Menjawab tantangan ini, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) bersama lembaga riset dan konsultasi global Twimbit meluncurkan Empowering Indonesia Report 2025 bertajuk “Building Bridges of Tomorrow”, yang menegaskan pentingnya sovereign AI atau AI berdaulat sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
Laporan tersebut menyoroti lima pilar strategis menuju kedaulatan AI, yaitu infrastruktur digital yang andal, pengembangan talenta AI berkelanjutan, pertumbuhan industri AI nasional, riset dan inovasi yang kuat, serta regulasi dan etika yang kokoh. Jika dijalankan secara komprehensif, penerapan AI berdaulat diproyeksikan menambah USD 140 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2030, mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 6,8% per tahun, dan mempercepat pencapaian status negara berpenghasilan tinggi ke 2041—bahkan bisa tercapai pada 2038 dalam skenario terbaik.
AI berdaulat juga diyakini mampu meningkatkan produktivitas nasional hingga 18% di sektor jasa, 15–20% di industri manufaktur, serta 5–8% di sektor pertanian, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan daya saing dan efisiensi ekonomi nasional.
Dalam peluncuran laporan tersebut Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia Nezar Patria menegaskan bahwa kedaulatan AI adalah wujud kemandirian bangsa. Nezar menyatakan bahwa AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang membangun teknologi yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.
Dari sisi infrastruktur, laporan ini mencatat bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD 3,2 miliar hingga 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional. Saat ini, pusat data AI di Indonesia baru mencakup kurang dari 1% pasar global, sehingga diperlukan percepatan pembangunan data center berbasis energi terbarukan dan perluasan jaringan 5G untuk mendukung kemandirian teknologi nasional.
Laporan juga menyoroti kebutuhan pengembangan 400 ribu talenta AI pada 2030 dengan investasi sebesar USD 968 juta untuk pendidikan, pelatihan, dan reskilling tenaga kerja. Hingga kini, Indonesia memiliki 364 startup AI dengan total pendanaan mencapai USD 1,08 miliar, serta sejumlah inisiatif riset nasional seperti Sahabat-AI V2, Large Language Model (LLM) berparameter 70 miliar yang mendukung bahasa Indonesia dan berbagai bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Bali, dan Batak. Inovasi lokal ini menjadi bukti bahwa Indonesia mulai beralih dari pengguna menjadi pembentuk teknologi AI global.
Founder dan CEO Twimbit, Manoj Menon, menyebut Indonesia memiliki posisi strategis di peta AI global. Menurutnya, dengan membangun fondasi digital yang kuat dan ekosistem yang inklusif, Indonesia berpotensi menjadi pusat pertumbuhan AI di Asia serta mempercepat pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Sementara itu President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, Vikram Sinha, menegaskan komitmen perusahaannya untuk mempercepat kedaulatan digital Indonesia. Vikram menyatakan bahwa kedaulatan AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri. Melalui kolaborasi strategis dan inovasi berkelanjutan, Indosat berkomitmen menghadirkan konektivitas yang inklusif dan solusi AI yang beretika untuk memberdayakan seluruh lapisan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045.
Laporan Empowering Indonesia 2025 ditutup dengan seruan untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan ekosistem AI yang berdaulat di Indonesia. Dengan memperkokoh infrastruktur digital, menyiapkan talenta masa depan, dan menegakkan tata kelola AI yang etis serta inklusif, Indonesia diyakini siap melangkah dari sekadar pengguna teknologi menuju arsitek peradaban digital yang berdaulat dan berdaya saing global.


