Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh Agus Chusaini mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta memperluas implementasi ekonomi syariah di Aceh. Ajakan tersebut ia sampaikan dalam acara Aceh Economic Forum 2025 yang digelar di Banda Aceh.
Agus menegaskan bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi Aceh yang berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja dan penggerak aktivitas ekonomi lokal. “Kita harus memperkuat UMKM dengan akses pembiayaan yang lebih luas, peningkatan kapasitas usaha, serta pemanfaatan teknologi digital agar mereka mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif,” ujarnya.
Selain UMKM Agus juga menyoroti pentingnya memperkuat ekonomi syariah sebagai keunggulan strategis Aceh. Agus menilai dengan status Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, pengembangan sektor keuangan dan ekonomi berbasis syariah harus menjadi prioritas. “Ekonomi syariah bukan hanya identitas Aceh, tapi juga peluang besar untuk mendorong inklusi keuangan dan memperluas pasar produk halal,” tambahnya.
Forum ini menjadi wadah kolaborasi antara BI, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, serta komunitas UMKM dalam merumuskan strategi pengembangan ekonomi daerah. Diskusi mencakup berbagai isu, mulai dari penguatan ekosistem UMKM, digitalisasi keuangan, potensi industri halal, hingga strategi menjaga stabilitas harga pangan di tengah dinamika ekonomi global.
Agus berharap Aceh Economic Forum 2025 dapat melahirkan rekomendasi nyata untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah secara inklusif dan berkelanjutan. “Sinergi antara pemerintah, perbankan, pelaku usaha, dan masyarakat adalah kunci agar UMKM dan ekonomi syariah di Aceh benar-benar mampu menjadi motor penggerak kemajuan,” tutupnya.
Staf Ahli Gubernur Aceh bidang Perekonomian, Keuangan dan Pembangunan Restu Andi Surya turut menyampaikan dukungan pemerintah Aceh pada agenda Aceh Economic Forum September 2025. Tema forum diskusi ”Strategi Peningkatan Ekonomi Syariah melalui Pengembangan Hilirisasi Produk UMKM yang Kompetitif dan Menjadi Bagian dari Global Halal Value Chain” dengan beberapa narasumber memaparkan agenda, pandangan dan pengalaman mereka terutama terkait hirilisasi pertanian.
Indra Akbar Dilana dari Kementerian Perindustrian diantaranya menyebutkan fasilitas Kredit Industri Padat Karya dengan syarat minimum 50 pekerja bagi Industri Kecil Menengah (IKM). Sementara Riswandi dari Koperasi Baburrayyan dan Yuliana dari founder Capli dengan berbagai varian produk olahan cabe hijau menyampaikan pengalaman dalam pemberdayaan petani. Termasuk Syaifullah Muhammad dari Atsiri Research Center (ARC) yang menyampaikan succes story pengembangan dan produksi nilam.


