Anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Aceh II, TA Khalid, mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk segera menindaklanjuti surat rekomendasi Pemerintah Aceh terkait alih kelola Blok Migas di Rantau Kuala Simpang dan Perlak.
Menurut TA Khalid kewajiban alih kelola ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. Namun hingga kini, implementasinya belum berjalan dan terkesan diabaikan oleh pihak-pihak tertentu, meskipun sudah ada perintah dari Menteri ESDM dan Gubernur Aceh.
“Kami minta Menteri ESDM bertindak tegas jika ada upaya mengabaikan perintah yang telah dikeluarkan. Informasi yang kami terima, memang ada pihak yang mencoba menghalangi pelaksanaan alih kelola tersebut,” ujar Khalid, yang juga Ketua Forum Bersama DPR/DPD RI Dapil Aceh.
Khalid menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian besar terhadap keamanan dan kesejahteraan Aceh. Landasan pembangunan Aceh, kata dia, harus berpegang pada MoU Helsinki yang menjadi titik akhir konflik politik antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah RI, serta melahirkan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam pasal 160 UU tersebut—yang diangkat dari butir 1.3.4 MoU Helsinki—disebutkan bahwa Aceh berhak menguasai 70% hasil seluruh cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya di wilayah daratan maupun laut teritorial Aceh.
Khalid mengungkapkan telah mengantongi seluruh dokumen dan risalah perjalanan proses alih kelola Blok Migas Rantau Kuala Simpang dan Perlak. Menurutnya tidak ada lagi kendala bagi Menteri ESDM untuk mengeluarkan regulasi lanjutan, apalagi Pemerintah Aceh sudah menyetujui term and condition (T&C) yang disepakati SKK Migas, BPMA, dan Pertamina atas arahan Menteri ESDM.
“Semua pihak teknis sudah sepakat. SKK Migas, BPMA, Pertamina, dan Pemerintah Aceh telah menyetujui T&C-nya. Jadi tinggal Menteri ESDM menindaklanjuti dengan regulasi agar tidak menjadi polemik berkepanjangan,” tegasnya.
Lebih lanjut TA Khalid mengapresiasi perhatian Presiden terhadap Aceh namun mengingatkan agar para menteri tidak membiarkan masalah yang bisa diselesaikan di tingkat kementerian sampai harus melibatkan Presiden. Khalid mencontohkan kasus empat pulau di Aceh Singkil yang dialihkan ke Sumatera Utara dan akhirnya baru tuntas setelah Presiden turun tangan.
Khalid mengingatkan Aceh adalah daerah berstatus Otonomi Khusus dan Istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945, UU Nomor 44 Tahun 1999, dan UU Nomor 11 Tahun 2006. Karena itu, setiap kebijakan administratif yang menyangkut Aceh wajib dikonsultasikan dan dipertimbangkan bersama Pemerintah Aceh.
“Kita tidak ingin masalah alih kelola migas ini menjadi bola salju. Para menteri harus hati-hati mengambil kebijakan yang terkait Aceh, mengingat keistimewaan dan kekhususan yang diatur konstitusi dan undang-undang,” pungkasnya.


