Densus 88 Antiteror Polri menangkap dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Banda Aceh atas dugaan keterlibatan dalam jaringan terorisme. Kedua ASN tersebut diduga terhubung dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) faksi Muhammad Yusuf Tohiri (MYT), yang dikenal menyebarkan ideologi radikal tanpa menggunakan kekerasan.
Penangkapan berlangsung pada Selasa, 5 Agustus 2025, di dua lokasi berbeda. ASN berinisial MZ alias KS (40), yang bekerja di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, ditangkap di sebuah warung kopi. Sementara itu, ZA alias SA (47), yang bertugas di Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh, diamankan di sebuah showroom mobil bekas di kawasan Batoh.
Kepolisian menyatakan bahwa MZ diduga berperan sebagai petinggi dalam jaringan tersebut dengan tugas merekrut anggota baru dan menyusun strategi kaderisasi. Sementara ZA diduga kuat menjadi penyandang dana, mengelola kebutuhan logistik serta pendanaan operasional kelompok.
Dari penangkapan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti seperti laptop, telepon seluler, flashdisk, dan senjata tajam. Barang-barang tersebut diduga memuat data penting terkait aktivitas jaringan dan dokumentasi internal kelompok.
Menanggapi penangkapan ini, Pemerintah Kota Banda Aceh menyatakan keterkejutannya. Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum dan akan mengambil langkah tegas jika keterlibatan kedua ASN tersebut terbukti. Juru Bicara Pemkot Banda Aceh Tomi Mukhtar mengatakan bahwa ZA dikenal aktif bekerja dan tidak menunjukkan indikasi radikalisme di lingkungan kerja.
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, DR Al Chaidar Abdurrahma, menjelaskan bahwa jaringan NII faksi MYT memiliki pendekatan non-kekerasan dan berfokus pada pemurnian tauhid. Meski demikian, ideologi kelompok ini tetap dinilai berbahaya karena menolak struktur negara dan dapat memengaruhi ASN yang memiliki akses ke masyarakat luas. Ia juga menambahkan bahwa proses radikalisasi bisa terjadi setelah individu menjadi ASN, melalui interaksi dengan jaringan di luar Aceh, seperti di Jawa Barat.
Penangkapan ini menjadi pengingat penting bahwa radikalisme bisa menyusup ke dalam institusi pemerintahan sekalipun. Densus 88 menyatakan operasi ini merupakan hasil pengawasan panjang dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam jaringan tersebut.
Pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap keterkaitan lebih luas, termasuk dugaan simpatisan lainnya di lingkungan ASN.


