Dugaan praktik politik uang yang melibatkan tim sukses pasangan calon nomor urut 01, Illiza-Afdhal, mencuat dalam sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar di Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada Kamis (17/7/2025). Dalam sidang tersebut, Komisioner Panwaslih Banda Aceh mengakui bahwa laporan dan temuan terkait dugaan politik uang tersebut sebenarnya sudah diketahui sejak malam kejadian, namun tidak langsung ditindaklanjuti sesuai prosedur.
Pada Selasa malam, 26 November 2024 sekitar pukul 21.00 WIB, Panwaslih Kota Banda Aceh menerima informasi adanya aktivitas politik uang di sebuah warung kopi bernama Dek Gus, yang terletak di Gampong Geuce Inem, Kecamatan Banda Raya. Setelah melakukan koordinasi, pihak Panwaslih bersama anggota Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dari kepolisian dan kejaksaan bergerak ke lokasi.
Setibanya di lokasi, mereka menemukan tiga orang anggota Panwascam bersama tiga warga lainnya, termasuk Cut Hera yang kemudian diketahui sebagai bagian dari tim sukses pasangan calon Illiza-Afdhal. Mengingat situasi di warung kopi tersebut tidak kondusif, seluruh pihak yang terlibat dibawa ke Kantor Panwaslih Kota Banda Aceh untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam pemeriksaan awal oleh anggota Gakkumdu dan staf Panwaslih, ditemukan sejumlah barang bukti, antara lain uang tunai sebesar Rp18 juta yang diduga belum sempat dibagikan, serta dua bundel daftar nama penerima uang yang berasal dari Kecamatan Banda Raya dan Jaya Baru. Selain itu, dua orang saksi yang mengaku baru saja menerima uang juga turut dimintai keterangan.
Cut Hera dalam pemeriksaannya mengakui bahwa dirinya merupakan bagian dari tim pemenangan Illiza-Afdhal. Ia menyebut bahwa uang yang akan dibagikan berasal dari seseorang bernama Yusran. Sementara itu, menurut anggota Gakkumdu dari Polresta Banda Aceh, Mukhtar, Yusran saat dimintai keterangan menyatakan bahwa uang tersebut merupakan bentuk dukungan pribadi untuk pemenangan pasangan calon nomor urut 01 Illiza-Afdhal.
Meskipun temuan dan pemeriksaan sudah dilakukan pada malam kejadian, Panwaslih Kota Banda Aceh justru baru menggelar rapat pleno pada 3 Desember 2024, atau tepat tujuh hari setelah kejadian. Hal ini menimbulkan persoalan karena berdasarkan ketentuan Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2024, penanganan dugaan pelanggaran pemilu harus dilakukan dalam waktu maksimal tujuh hari sejak diketahui.
Komisioner Panwaslih Banda Aceh, Hidayat, menjelaskan bahwa saat dimintai dokumen oleh staf, ditemukan adanya kekurangan dalam syarat administrasi sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Karena prosesnya melewati tenggat waktu dan tidak memenuhi kelengkapan dokumen, maka dalam rapat pleno diputuskan bahwa dugaan pelanggaran tersebut tidak dapat ditindaklanjuti sebagai temuan resmi.
Kasus ini memicu sorotan publik karena menunjukkan adanya potensi kelalaian prosedur oleh Panwaslih Banda Aceh, meskipun temuan awal telah melibatkan penegak hukum dan disertai barang bukti yang cukup kuat. DKPP mempertanyakan mengapa proses ini dibiarkan hingga melewati batas waktu, sehingga akhirnya tidak dapat diproses sesuai ketentuan yang berlaku.


