Langkah Pemerintah Kota Banda Aceh yang menertibkan ratusan baliho dan reklame tanpa izin dalam beberapa hari terakhir menuai polemik.
Sementara Pemko menyatakan bahwa penertiban ini demi menegakkan aturan dan menjaga keindahan kota, para pelaku usaha reklame justru mengeluhkan tindakan tersebut karena dianggap minim sosialisasi.
Ketua Asosiasi Grafika Aceh (AGA), Tarmizi, menyatakan bahwa banyak pelaku usaha tidak mendapatkan pemberitahuan resmi sebelum baliho mereka ditertibkan.
“Sebagian memang menerima surat penertiban, tapi ada juga rekan-rekan yang tidak mendapatkan pemberitahuan resmi,” ujar Tarmizi saat diwawancara Radio Antero 102 Fm dalam Selebrasi Sore pada Selasa (20/5).
Menurutnya, penertiban semestinya dilakukan secara bertahap dan disertai dialog terbuka. Ia menekankan jika pelaku usaha Reklame pada dasarnya tidak ingin melanggar aturan, namun kerap kali kebingungan karena adanya perbedaan kebijakan dari masa ke masa.
“Zaman wali kota dulu berbeda dengan sekarang. Dulu, sebagian izin dikeluarkan resmi, sebagian lisan. Jadi tidak semua baliho yang dipasang itu ilegal seperti yang diberitakan” jelasnya. Tarmizi juga mengungkapkan bahwa pemasangan baliho membutuhkan biaya besar dan para pengusaha telah membayar beragam pajak, mulai dari pajak reklame hingga retribusi.
Ia meyayangkan tindakan penertiban baliho tersebut dan berharapke depan ada komunikasi yang harusnya dilakukan “Kami minta kebijakan dari Ibu Wali Kota agar pengusaha-pengusaha baliho dipanggil untuk duduk bersama membahas aturan apa saja yang harus dilengkapi, agar bisa berkolaborasi dengan Pemko. Jangan seperti sekarang, tiba-tiba saja disikat” sesalnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menegaskan bahwa penertiban ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap tata kota dan penertiban baliho- illegal.
“Kita ingin menegakkan aturan, disiplin, dan ketertiban umum, baik dari sisi keindahan tata ruang kota maupun dari sisi keselamatan masyarakat, hasil evaluasi kita di Banda Aceh ada lebih dari 100 baliho tanpa izin.” ujar Illiza.
Menurut Illiza, tidak ada tebang pilih dalam penegakan ini. “Seperti baliho yang ada di Simpang 4, itu ada juga yang kepemilikannya malah dari pemerintah, yang tanpa izin juga. Ada juga mungkin dari pihak-pihak lain, tapi semuanya kita perlakukan sama.”
Illiza menambahkan bahwa akses pengurusan izin dapat dilakukan dengan mudah dan transparan, “Kalau ada yang merasa tidak punya izin, seharusnya mereka sadar dan segera mengurusnya, jangan sampai ketika ditertibkan baru protes” pungkasnya.
Sementara itu, Juru Bicara Illiza–Afdhal, Tomi Mukhtar, menyebutkan dasar hukum penertiban baliho tak berizin sudah dijelaskan dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2018 pasal 21 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
“Dalam qanun disebutkan bahwa setiap penyelenggaraan reklame wajib memiliki izin resmi dan harus memperhatikan aspek keselamatan serta keindahan” jelasnya.
Ia memastikan bahwa pemerintah tidak melarang pelaku usaha untuk beriklan, asalkan melalui prosedur resmi.
“Pemko membuka ruang secara transparan agar pelaku usaha mengurus perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP)” tutup Tomi. (Nurul Ali)


