Menjelang Lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah, harga tiket pesawat capai angka tertinggi. Meski demikian, tiket rute Jakarta–Banda Aceh tetap habis terjual, terutama untuk arus kedatangan antara 23 hingga 31 Maret 2025.
Pengamat ekonomi, Dr. Aliasudin, menilai fenomena ini sebagai dampak dari dominasi dua pemain besar di industri penerbangan Indonesia, Garuda Group dan Lion Group.
Menurutnya kondisi ini membentuk situasi duopoli atau bahkan kartel, yang memungkinkan kedua perusahaan tersebut memiliki kendali atas harga tiket. “Dalam situasi seperti ini, harga tiket dapat dimainkan sesuka hati tanpa adanya persaingan yang sehat” ujarnya.
Ia menjelaskan, kenaikan harga tiket tidak hanya disebabkan oleh faktor persaingan yang minim, tetapi juga oleh sejumlah faktor lainnya, seperti biaya bahan bakar yang tinggi, pajak penerbangan, biaya perawatan pesawat, serta biaya parkir dan layanan bandara turut berkontribusi pada mahalnya harga tiket, “Selain itu, lonjakan permintaan selama musim liburan” tambahnya.
Dr. Aliasuddin mengungkapkan, walaupun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi beban biaya, seperti pengurangan tarif parkir bandara sebesar 50%, faktor-faktor lain seperti kurangnya armada penerbangan yang cukup pasca-pandemi COVID-19 dan infrastruktur yang terbatas tetap menjadi kendala.
Hal ini membuat penumpang asal Aceh memilih untuk transit di negara lain seperti Malaysia karena harga tiket yang lebih murah.
Pantauan anterokini (25/3) di platfoam Traveloka harga tiket rute Jakarta-Kuala Lumpur-Banda Aceh bervariasi mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta, dari Jakarta-Kuala Lumpur seharga Rp2.398.000, kemudian harga tiket dari Kuala Lumpur-Banda Aceh Rp 1.345.600, jauh lebih hemat dibandingkan penerbangan langsung seharga Rp9,4 juta.
Imbas dari tingginya harga tiket pesawat juga dirasakan oleh Faizah (31), Ibu Rumah Tangga (IRT) asal Aceh ini harus mengurungkan niatnya untuk berlebaran di kampung halaman bersama keluarga. “Kendala biaya yang tidak cukup untuk pembelian tiket pesawat pulang pergi Jakarta-Aceh” ungkapnya.
Ia tak memilih transportasi darat sebagai alternatif karena menurutnya waktu yang akan dihabiskan lebih banyak diperjalanan, sedangkan waktu libur sangat terbatas. “Padahal Presiden bilang ada penurunan harga tiket pesawat saat musim mudik, tetapi faktanya harga tiket pesawat ke Aceh melonjak naik dua kali lipat dari harga biasanya, atau aturan ini hanya berlaku untuk daerah tertentu aja, ya? Jadinya kecewa lah” ungkap Faizah
General Manager Garuda Indonesia Wilayah Aceh, Nano Setiawan mengatakan, “Tiket kelas ekonomi sudah habis dan yang tersisa kelas bisnis, diharga Rp10 juta, bahkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dapat mencapai Rp15 juta untuk rute tersebut” ungkapnya seperti dikutip dari Antaranews.
Dr. Aliasuddin menyarankan adanya regulasi antitrust, yaitu peraturan untuk membuka ruang bagi persaingan yang sehat di industri penerbangan Indonesia. “Kalau tidak ada masuk perusahaan lain dengan harga yang kompetitif, jangan harap harga tiket ini akan turun, terutama pada musim-musim seperti ini.
Ia memperkirakan harga tiket akan semakin tinggi dalam dua tahun mendatang, karea musim liburan Natal dan Tahun Baru yang akan bersamaan dengan hari raya besar” imbuhnya. (Nurul Ali)