Keuchik Menanti Kepastian Masa Jabatan 8 Tahun

Kebijakan masa jabatan kepala desa selama 8 tahun yang diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024 masih menjadi perdebatan di Aceh. Pasalnya, regulasi tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang juga mengatur pemerintahan desa.

Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Alta Zaini, yang juga Keuchik Gampong Lampulo, mengatakan meski kebijakan ini sudah diberlakukan di daerah lain, Aceh masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah pusat.

“Di daerah lain, kepala desa sudah dilantik sesuai aturan baru, tapi di Aceh masih ada kendala karena harus menyesuaikan dengan UUPA” ujarnya saat dihubungi Radio Antero dalam Selebrasi Pagi, Senin (11/3).

Meski telah melakukan audiensi dengan Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, dan tidak mempermasalahkan hal ini, namun, hingga kini masih menunggu surat dari kementerian atau Dirjen terkait pelaksanaannya.

Sejumlah organisasi kepala desa, termasuk APDESI yang memiliki dua kubu, satu dengan SK dari Kemenkumham RI dan satu dari Menteri Dalam Negeri turut menyuarakan aspirasi yang sama.

Alta menekankan jika masa jabatan 8 tahun bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk memastikan kesinambungan pembangunan desa. “Dalam praktiknya, masa jabatan 5-6 tahun sering kali tidak cukup, karena kepala desa membutuhkan waktu untuk memahami dinamika politik dan administrasi desa” ungkapya.

Terkait tudingan publik di media sosial bahwa kepala desa hanya ingin memperpanjang jabatan demi keuntungan pribadi, Alta membantahnya. Ia menegaskan bahwa kepala desa di Aceh hanya menerima gaji tetap. Selain itu, penggunaan dana desa diawasi ketat melalui mekanisme musyawarah desa dan laporan pertanggungjawaban yang dipublikasikan secara transparan.

“Kami diawasi dalam setiap tahap penggunaan anggaran, semua pengajuan dan laporan ditempel di balai desa, sehingga masyarakat bisa melihatnya langsung, jadi, anggapan bahwa kepala desa ingin memperkaya diri itu tidak benar” tegasnya.

Meski demikian, Alta menyatakan bahwa dirinya secara pribadi tidak keberatan jika masa jabatan tetap 6 tahun, namun harus mempertimbangkan kesetaraan kebijakan dengan daerah lain. ”Yang kita tuntut adalah kesetaraan dengan daerah lain sesuai dengan kebijakan yang telah diputuskan pemerintah pusat” tambahnya.

Alta dan Keuchiek di Aceh berharap kebijakan tersebut dapat diterapkan secara merata, termasuk Aceh. ”Kami terus menyuarakan aspirasi ini, dan semoga keputusan terbaik segera diambil” tutupnya.

Sebelumnya Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, ikut menanggapi persoalan masa jabatan Keuchik di Aceh. Menurutnya ketentuan masa jabatan Keuchik selama 8 tahun tidak bertentangan dengan konstitusi.

Meskipun UUPA sebelumnya menetapkan masa jabatan 6 tahun, hadirnya regulasi baru yang menetapkan 8 tahun memungkinkan adanya pengondisian dalam penerapannya agar sesuai dengan norma terbaru. (Nurul Ali)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads