Talam Cutabang: Mengangkat Kudapan Tradisional Aceh dengan Sentuhan Modern

Di tengah maraknya jajanan kekinian yang digemari oleh kalangan milenial, kudapan tradisional seringkali terpinggirkan. Namun, Talam Cutabang hadir sebagai usaha kuliner yang berusaha menghidupkan kembali jajanan tradisional, khususnya yang berasal dari Aceh, dengan sentuhan yang lebih modern.

Produk unggulannya, seperti ketan talam durian, ketan talam serikaya, dan berbagai kudapan tradisional lainnya, tidak hanya mengangkat budaya lokal, tetapi juga membawa ciri khas dengan kemasan yang menarik dan tampilan kekinian.

Talam Cutabang didirikan pada Juni 2022, dimulai dengan percakapan sederhana dan pemasaran melalui kerabat dekat. Ide ini muncul karena semakin berkurangnya pasar untuk jajanan tradisional di tengah dominasi jajanan milenial yang kekinian.

“Kami ingin mengangkat kembali kudapan tradisional, yang selama ini kurang mendapatkan perhatian, dengan tampilan dan kemasan yang lebih modern,” ujar Cut, pendiri usaha Talam Cutabang ini.

Produk yang dihasilkan oleh Talam Durian Cutabang tidak hanya lezat, juga terjaga kualitasnya. Setiap ketan talam dibuat dengan bahan-bahan alami tanpa pengawet atau perisa tambahan. Dengan cara ini, mereka memastikan bahwa setiap produk yang sampai ke konsumen tetap terjaga kualitasnya. Ketan talam durian dan ketan talam serikaya menjadi andalan, dengan rasa yang autentik dan tekstur yang pas di lidah.

Selain itu, produk ini juga bertujuan untuk melestarikan kuliner khas Aceh yang berbahan dasar ketan. Di Aceh, ketan merupakan bagian dari tradisi yang tak terpisahkan dalam setiap perayaan, seperti pernikahan. Dengan kombinasi ketan dan durian, Cut ingin menonjolkan kembali kudapan tradisional Aceh ini sekaligus melestarikannya.

Saat ini, bahan baku Durian untuk produksi Talam Cutabang berasal dari Sumatera Utara, karena selalu tersedia sepanjang tahun. “Aceh, Penanganan pasca panen buah Durian masih dilakukan secara tradisional, membuat buah musiman ini tidak selalu tersedia sepanjang waktu” ungkap Cut.

Cut memanfaatkan riset yang menunjukkan bahwa durian dapat bertahan hingga satu tahun jika disimpan dalam freezer. Dengan demikian, ini menjadi solusi bagi usahanya untuk ketersediaan Durian sepanjang tahun, dan Cut tetap berharap suatu saat bisa bekerja sama dengan petani Durian di Aceh untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal.

Meskipun tanpa pengawet, produk ini memiliki daya tahan yang cukup lama, yaitu 24 jam pada suhu ruang dan 2 hingga 3 hari jika disimpan di kulkas. Keterbatasan ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam hal distribusi dan pemasaran, namun Cut terus berinovasi untuk memperpanjang masa simpan produk. “Kami ingin memastikan bahwa setiap produk yang kami kirim ke pelanggan memiliki rasa dan kualitas yang tetap konsisten,” tambahnya.

Selain itu, mereka juga memperkenalkan produk dalam bentuk snack box untuk acara-acara kantor atau dinas, yang menjadi pilihan menarik untuk berbagai kesempatan. Dengan mengusung kemasan yang menarik dan modern, Talam Durian Cutabang berhasil menembus pasar lebih luas, bahkan sampai ke kota-kota besar seperti Medan, Kuala Lumpur, Banjarmasin, Jogja, dan Bandung.

Tantangan utama dalam menjalankan usaha ini adalah menjaga konsistensi rasa. “Kami harus memastikan bahwa setiap produk yang diproduksi memiliki rasa yang sama, meskipun diproduksi oleh karyawan yang berbeda” sebutnya. Karena itu, standar resep agar rasa tetap sama menjadi rahasia daput Talam Cutabang. Tak hanya itu, pemasaran juga menjadi tantangan tersendiri.

Pada 2024 ini, Talam Cutabang berhasil masuk menjadi finalis dalam ajang Aceh Muslim Preneur (AMP) kategori Scale Up, dan bergabung dalam komunitas UMKM di bawah binaan BSI UMKM Center. Cut menyebutkan “Support dari BSI membuka peluang bagi usaha Talam untuk dikenal lebih luas melalui expo atau bazar yang diselenggarakan atau juga bermitra.”

Selain itu, BSI juga memberikan pelatihan untuk pengembangan UMKMnya, karena meski produk Talam Cutabang lezat, namun jika promosi tidak maksimal, produk bisa kalah saing. Untungnya, media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi platform yang sangat berguna dalam memperkenalkan produk Talam kepada khalayak luas.

Bagi Cut berbisnis bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga sebagai bentuk dakwah, karena itu memiliki legalitas dan halal menjadi salah satu cara yang dilakukannya. Mereka percaya bahwa dengan berbisnis secara jujur dan tidak berlebihan, mereka dapat memenangkan hati konsumen. “Jika kami mengatakan bahwa produk kami menggunakan durian asli, maka konsumen harus merasakannya sesuai janji kami” kata Cut percaya diri.

Kejujuran dan konsistensi dalam kualitas adalah kunci suksesnya, setiap produk yang dijanjikan akan selalu memiliki rasa dan kualitas yang sesuai dengan ekspektasi konsumen. Talam Cutabang juga berusaha untuk selalu tepat waktu dalam pengiriman, terutama bagi pelanggan yang melakukan pre-order.

Ke depan, Talam Durian Cutabang berencana untuk terus berinovasi dengan mengembangkan produk baru, namun tetap menjaga visi untuk mempertahankan dan melestarikan kuliner tradisional. Saat ini, mereka sudah memiliki satu varian produk utama, yaitu ketan talam, tetapi mereka berencana menambah varian baru seperti onde-onde wijen dengan isian kacang merah atau kacang hijau, serta varian durian lainnya.

Dengan segala tantangan yang dihadapi, usaha ini tetap teguh pada komitmennya untuk mengangkat kuliner tradisional Aceh ke pasar yang lebih luas. Inovasi dalam kemasan, rasa, dan branding modern menjadi kunci keberhasilan Talam Cutabang dalam memasarkan produk kepada kaum milenial.

Juga, Talam Durian Cutabang tidak hanya berfokus pada keuntungan semata, tetapi juga berupaya untuk memberikan dampak positif kepada petani lokal dan masyarakat Aceh secara keseluruhan.

Dengan semangat untuk melestarikan budaya tradisional, mereka terus berusaha untuk mengembangkan produk yang tidak hanya enak, tetapi juga memiliki nilai lebih bagi masyarakat. (Nurul Ali)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads