Potensi politik uang jelang hari pemilihan dikhawatirkan menjadi alat transaksional paslon dalam Pilkada 2024.
Menurut Askalani dari Gerak Aceh politik uang di Pilkada 2024 menjadi sebuah akumulasi yang mengkhawatikan, “Kita menyebutnya, bar-bar. Tren ini cukup terbuka dalam Pilkada 2024 di Banda Aceh, sejauh ini, banyak kandidat lebih mengutamakan pendekatan memengaruhi masyarakat melalui uang, atau yang kita sebut politik uang.”
Ketua Panwaslih Kota Banda Aceh Indra Milwady juga mengatakan, “Dalam Pilkada, praktik politik uang lebih progresif dibandingkan dalam Pemilu Legislatif, masyarakat diberikan sejumlah uang sebagai imbalan untuk mendukung pasangan calon tertentu.”
Dalam laporan yang diterima Gerak, aduan yang masuk didominasi oleh ancaman politik uang dengan berbagai modus.
“Ada beberapa modus, misalnya, penggunaan sistem berantai, di mana data pemilih dimasukkan berdasarkan KTP untuk menghitung jumlah uang yang perlu dikeluarkan pada hari pemilihan. Kami juga menemukan pemberian barang secara langsung, seperti beras atau minyak goreng, yang dapat diambil di kios tertentu” ungkapnya.
Laporan praktik politik uang di Pilkada 2024 juga diterima oleh Irwansyah, Ketua DPRK Banda Aceh. Ia mengatakan, “Masyarakat kerap menyampaikan laporan ini (politik uang) ke DPRK, di banyak Gampong terjadi pendataan calon pemilih yang diduga untuk kepentingan politik uang, ini menunjukkan potensi kerawanan yang besar untuk pelanggaran.”
Lebih jauh, Askalani menjelaskan bagaimana indikasi politik uang yang sudah dipetakan oleh Gerak dengan modus-modus yang terus berkembang.
“Dulu (Pikada sebelumnya), nominal uang berkisar Rp20.000 hingga Rp50.000. Namun, dari hasil pemetaan terbaru, angkanya kini mencapai Rp150.000 hingga Rp250.000. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman politik uang dalam Pilkada 2024 sangat tinggi dibandingkan dengan Pilkada 2017.”
Tak hanya dalam bentuk tunai, politik uang juga mulai beralih dengan metode non tunai, “Ada juga sistem yang menggunakan metode top-up contohnya, top-up dilakukan di kios-kios tertentu yang telah ditunjuk, seperti kios handphone atau kios lain yang menyediakan transaksi top-up.”
Dalam aturan terkait pemilihan, mekanisme politik uang non tunai ini belum diatur dalam peraturan yang ada terkait pemilihan, sehingga menjadi tantangan baru dalam konteks politik uang di Pilkada 2024, “Sistem non-tunai atau dalam bentuk barang, sulit membuktikan bahwa itu terkait politik uang. orang bisa saja beralasan barang tersebut mereka beli sendiri” ucapnya.
Sejak awal Bawaslu sudah mengantisipasi gaya-gaya baru ini, dan membuka layanan pelaporan politik uang dengan keamanan identitas pelaporan tanpa kekhawatiran menimbulkan intimidasi atau ancaman dari pihak-pihak yang terlibat.
“Jika sebelumnya pelapor harus membuktikan dalil laporannya dan identitasnya diketahui, kini Bawaslu melindungi identitas pelapor dan bertindak berdasarkan laporan masyarakat. Ini memberikan peluang lebih baik untuk mengawasi praktik politik uang” terang Askalani.
Askalani berharap Pilkada 2024 menjadi momentum melawan politik uang, kampanye anti politik uang terus dilakukan dengan membangun narasi di media sosial, lagu kampanye, diskusi publik bersama pemuda dan paslon juga dengan pendekatan kreatif lainnya agar pesan ini mudah diterima masyarakat.
“Seharusnya dalam konstelasi Pilkada 2024, alasan utama untuk memenangkan hati warga kota adalah membangun narasi dan visi pembangunan yang jelas bukan dengan politik uang” ucapnya.
Mendukung Pilkada bersih transparan dan jujur, Gerak pada Jumat (22/11) kemarin mengadakan pertemuan dengan keempat paslon bersama para pemuda untuk mendiskusikan komitmen menolak politik uang, dengan harapan semua paslon menyepakati komitmen ini anti politik uang sebagai bagian dari Pilkada 2024-2027. (Nurul Ali)