Panduan Peliputan Pilkada bagi Jurnalis, peliputan Pemilu dan Pilkada tanpa mengabaikan perspektif gender dan inklusi dianggap penting dan tidak boleh diabaikan, harus dipastikan tetap ada terutama pada pemilu tahun ini.
Hal itu disebutkan dalam diskusi isu Pilkada perspektif gender dan inklusi sekaligus peluncuran buku “Panduan Peliputan Pemilu Perspektif Gender dan Inklusi bagi Jurnalis” yang digagas Konde.co di Jakarta, Rabu (24/07) secara luring dan daring.
Penelitian terkait Pemilu 2024 yang dilakukan Kalyanamitra bersama Flower Aceh dan solidaritas Anging Mamiri Makassar menemukan kekerasan berbasis gender terjadi selama Pemilu 2024, korban merupakan perempuan dan mengalami intimidasi, deskriminasi dan narasi seksis.
“Hasil riset kami itu ada delapan bentuk kekerasan berbasis gender yang kita temui berdasarkan fakta-fakta di lapangan terutama di empat wilayah lokasi riset” ungkap Lilis Listyowati peneliti dari Kalyanamitra.
Tantangan yang sama juga dialami Yuni Satua Rahayu, Politisi PDIP dan Wakil Bupati Sleman Periode 2010–2015, membagikan pengalamannya saat maju sebagai calon Kepala Daerah saat itu, “Isu mengenai perempuan tidak bisa menjadi pemimpin ini selalu muncul ketika Pemilu baik itu Pemilu maupun Pilkada yang setiap lima tahunan, sebetulnya masyarakat tahu itu tidak benar tapi kemudian isu ini coba digunakan untuk tantangan perempuan di politik praktis.”
Yadi Hendriana, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers memaparkan tentang peran Pers menyebutkan perlu dorongan dari masyarakat untuk mengubah stigma itu sehingga kesempatan yang sama bisa hadir, “Di Indonesia secara culture, pendekatan tradisional memang ada marginalisasi terhadap perempuan tetapi tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di Amerika Serikat.”
Menurutnya media harus memiliki perspektif yang lebih cerdas bagaimana media dari berbagai platform bisa mengkampanyekan konten-konten yang mencerdaskan, “Yang melihat perspektif kepemimpinan dari integrity (kemampuan) dan memiliki kejujuran, bukan hanya sekedar dari gender.”
Jurnalis Harian Kompas, Sonya Helen Sinombor sebagai penanggap menilai buku panduan ini sebagai salah satu penunjuk jalan peliputan dan menekankan pentingnya media dan jurnalis memberitakan isu perempuan secara berimbang.
“Saya kadang juga harus mengingatkan teman perempuan jurnalis, kadang (jurnalis perempuan) tidak menyadari jika ikut larut dalam liputan yang sedang menjelekkan posisi kita sebagai perempuan,” dan memahami etika jurnalis dalam peliputan, “Jurnalis harus membaca apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam isu Pemilu,” ujar Sonya.
“Buku panduan peliputan Pemilu perspektif gender dan inklusi bagi jurnalis ini ditulis dilatar belakangi oleh kondisi di mana pelaksanaan Pemilu itu masih banyak meninggalkan perempuan dan kelompok marginal” demikian disebutkan Anita Dhewy, penulis buku dan Wapemred Konde.co
Manager Eksekutif Konde.co Nabila menilai buku panduan liputan pilkada ini penting bagi jurnalis dan menjadi pedoman bagaimana jurnalis memastikan suara-suara perempuan dan kelompok marginal juga kelompok rentan didengar sehingga memiliki pengaruh yang nyata dalam proses Pilkada 2024.
“Kami melihat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen yang sangat krusial untuk memastikan bahwa suara-suara perempuan dan kelompok marginal juga kelompok rentan tidak hanya didengar tetapi juga memiliki pengaruh yang nyata dalam proses demokrasi kita terutama pada pemilu di tahun ini” terangnya. (Nurul Ali)