Menghadapi tantangan besar di era digital, industri radio tetap bertahan dan terus beradaptasi dengan perubahan zaman.
Data tahun 2021 menyebut hanya 9,85% dari penduduk Indonesia yang mendengarkan radio dalam seminggu terakhir.
Meskipun jumlah pendengar radio mengalami penurunan akan tetapi kepercayaan (trust) pada media radio masih baik. Radio berhasil mempertahankan relevansinya dengan cara yang menarik. Dukungan sesama pekerja di industri radio terus diberikan.
Seperti pelatihan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyiaran radio yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bekerja sama dengan Forum diskusi Radio Indonesia (FDRI) yang berlangsung pada Kamis (25/7) di Banda Aceh, peserta berasal dari 15 radio di Banda Aceh dan sekitarnya.
Bonny Prasetyo, Sekjen FDRI menyebutkan kondisi industri radio sekarang semakin tergerus dengan produk-produk digital dan jumlah pendengar berkurang signifikan dibanding satu dekade lalu.
“Industri Radio sekarang dengan beberapa tahun yang lalu harus menelan ludah yang banyak (memprihatinkan), namun di tengah keterbatasan yang ada industri radio masih terus bertahan Dengan daya dan upaya yang ada” ujar Bonny.
Pemateri utama lain, Chandra Novriadi dari Masima Radio Network mengatakan model bisnis radio menjadi salah satu penentu mau dibawa bisnis yang dimiliki, “saat iklan di radio sudah tidak dilirik, kita (owner radio) harus memiliki model bisnis baru agar bisa tetap berjalan”
Menurut Renny Silfianingrum, Ketua Tim Layanan Radio Direktorat Penyiaran, selain berbagi ilmu dan pengalaman dalam industri radio, pelatihan ini diharapkan dapat mendengarkan aspirasi pegiat radio di Aceh terkait regulasi penyiaran.
Ia mengatakan, “Aceh sebagai pemberhentian kami, karena berada di ujung juga akan ada event peringatan 20 tahun Tsunami nanti”, dan harapannya radio dapat menjadi alat promosi, “kita berharap radio bisa menjadi alternatif promosi untuk event-event seperti itu, jadi manfaatkan kesempatan ini untuk belajar dari pakar ahlinya ini” terangnya.
Ia meyayangkan dengan keberadaan jumlah radio yang masih sedikit di Aceh, “Dari 23 Kabupaten yang ada di Aceh, tapi radionya masih sedikit sekali”, Renny juga menekankan pentingnya regulasi dan perizinan operational seperti Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dan Izin Stasiun Radio (ISR) agar radio dapat beroperasional dengan baik, “Tidak berizin atau illegal jadi masalah saat mencari iklan susah, sehingga berimbas pada bisnis radio sendiri.”
Pelatihan berlangsung dalam dua kelas yaitu kelas program radio dan kelas sales atau marketing radio. Di mana setiap kelas menghadirkan fasilitator ahli dibidangnya.
Di kelas program radio ada Davit Yusup (Dosen Sekolah Tinggi Multi Media ‘MMTC’ Yogyakarta), Eddy Prasetyo (Suara Surabaya Media), Wempi GS (Expert Marketer ‘Brandstoria’) dan Djoko W. Tjahjo (PT. Radio Elang Bayu swara), lalu di kelas program marketing radio ada Rangga Gilang (MRA Media), dan Radhita Prahasta (Unisi FM).