Kekerasan berbasis gender online (KBGO) adalah bentuk kekerasan yang memanfaatkan teknologi digital untuk menyerang, mengancam, atau merendahkan seseorang berdasarkan gender mereka.
Fenomena ini menjadi semakin marak seiring dengan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial, menciptakan ruang di mana pelaku dapat menyebarkan kekerasan dengan cepat dan anonim.
Dampaknya tidak hanya terbatas pada kerugian psikologis dan emosional, tetapi juga merugikan fisik, sosial, dan ekonomi korban.
Menyeriusi isu KBGO, Asosiasi media Siber Indonesia (AMSI) mendorong media untuk melindungi jurnalis dan staf medianya dengan memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender online.
Pekerja media dianggap lebih rentan terhadap KBGO karena tugas mereka meliput dan melaporkan isu-isu kontroversial atau sensitif, yang dapat memicu reaksi dari individu atau kelompok tertentu, termasuk mereka yang melakukan kekerasan berbasis gender.
Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyebutkan “Karena itulah AMSI menyusun Modul dan SOP Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).”
Kegiatan Diseminasi Modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk Perusahaan Media dilaksanakan pada Selasa (23/7/2024) secara daring ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta dari berbagai kalangan yaitu pemimpin media, jurnalis, pekerja media, CSO/NGO, dan publik. Kegiatan secara daring.
Modul dan SOP disusun setelah menganalisa hasil riset Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media, yang dilakukan AMSI dan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA).
Riset pengalaman kesetaraan gender Peneliti PR2Media (Pemantau Regulasi dan Regulator Media) Engelbertus Wendratama memaparkan, ini kali pertama sebuah penelitian tentang kesetaraan gender dilakukan dengan subyek berupa perusahaan media.
“Biasanya riset hanya menyasar jurnalis sebagai subyek. Ini kali pertama ada riset soal kebijakan kesetaraan gender di perusahaan media,” kata Wendra.
Riset berjudul “Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media” dilakukan oleh PR2Media (Pemantau Regulasi dan Regulator Media), pada Februari-Maret 2024, lewat survei atas 277 responden dari 27 wilayah.
Responden terdiri dari jurnalis dan pekerja media untuk mengetahui apa saja kebijakan yang dibuat oleh media terkait KBGO dan perlindungan berbasis gender pada umumnya.
Dari hasil riset tersebut, Wendra mencatat sejumlah pekerjaan rumah bagi perusahaan media. Diantaranya soal masih banyaknya persoalan stereotip terhadap perempuuan, pembedaan gender untuk pekerjaan tertentu, serta masih adanya ujaran kebencian dengan target perempuan.
Terkait kebijakan berbasis gender, skor yang diperoleh adalah 9 dari nilai maksimal 18. “Banyak media yang belum punya SOP untuk mengatasi kekerasan berbasis gender serta belum punya aturan proporsi gender dalam aktivitas kerja.” Salah satu yang jadi sorotan PR2Media adalah prosentase kekerasan seksual secara luring dan daring di tempat kerja memiliki nilai yang sama yaitu 5,8%.
Pemateri lain yang juga merupakan Pemimpin redaki IDN Times, Uni Lubis menyebutkan isu kekerasan seksual menjadi perhatian bagi media-media yang ada di bawah IDN Times, keresahan kian meningkat di masa pandemi, “Saat orang terperangkap di rumah, punya partner yang abusive, serta ada peningkatan kasus KDRT dan kekerasan seksual. Seraya meliput dan kala itu ikut mendorong dikeluarkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka kita mulai hal yang sama di Perusahaan” kata Uni.
IDN Times mengeluarkan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja pada 1 Februari 2022. Aturan tersebut lantas diperbarui dengan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja dan Kekerasan Berbasis Gender Online, pada 1 Maret 2024.
Nita Roshita, penulis modul sekaligus konsultan GEDI mengatakan “kasus Kekerasan Seksual (KS) maupun Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) bisa terjadi pada perempuan, laki-laki atau gender apa pun”.
Nita Menyebutkan “Landasan hukum dari SOP ini adalah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kehadiran SOP ini sesuai dengan visi AMSI, yaitu menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkualitas.”
“Visi itu diwujudkan dengan melaksanakan dua misi yakni memperkuat sistem produksi dan distribusi jurnalisme berkualitas di platform digital dan mendukung upaya membangun ekosistem bisnis yang sehat demi keberlanjutan media di Indonesia” tutup Wahyu. (Nurul Ali)