Azwir Nazar lahir di Aceh Besar pada 4 Januari 1983. Dia telah lama aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Ini memperlihatkan komitmennya terhadap kesejahteraan masyarakat sekaligus memberinya pemahaman mendalam tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.
Founder yayasan sosial Cahaya Aceh ini merasa miris melihat berbagai persoalan yang terjadi di Aceh. Hatinya terpanggil untuk berbuat lebih banyak dengan mengambil bagian menyalakan perubahan. Perubahan besar itu diyakininya hanya bisa dilakukan melalui jalur politik dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPRA Periode 2024-2029 melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Perjalanan hidupnya yang menginspirasi dan akrab dengan realita sehari-hari menjadi modal penting sebagai calon legislatif untuk mewujudkan kebijakan yang lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Salah satu aspek krusial yang akan diperjuangkan mantan Presiden Pelajar Indonesia (PPI) Turki ini adalah peningkatan program pendidikan untuk anak-anak kurang mampu di kampung-kampung, anak yatim, dan anak korban konflik. Baginya pendidikan adalah investasi masa depan maka program beasiswa perlu dioptimalkan dan disederhanakan agar lebih banyak anak Aceh dapat mengakses pendidikan tinggi.
Sebagai Sekretaris Panglima Laot Aceh, perhatian terhadap perlindungan dan kebutuhan nelayan menjadi agenda penting lainnya. Sebagai anak nelayan dia memahami berbagai tantangan yang dihadapi nelayan, seperti kemiskinan, akses Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, perizinan migrasi kapal, dan pendangkalan muara.
Hal lain adalah advokasi tentang Qanun Panglima Laot. Azwir yakin melalui jalur legislatif proses ini bisa lebih cepat dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir.
Azwir menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Siswa Kader Dakwah (DPP-Iskada) Aceh periode 2022-2026. Iskada merupakan organisasi yang cukup tua di Aceh dan berpusat di Mesjid Raya Baiturrahman. Iskada konsisten melakukan pembinaan terhadap generasi muda yang diakuinya memiliki tantangan yang sangat besar, sehingga perlu program-program anak muda yang lebih kreatif dengan berbasis Aceh sebagai daerah syariat Islam.
Pria yang akrab disapa Tgk. Turki ini adalah korban tsunami Aceh, 26 Desember 2004 silam. Tsunami telah merenggut ayah dan ibu beserta tiga saudara kandungnya. Derita hidup tidak membuatnya menyerah. Dia berjuang meraih beasiswa S3 dari Pemerintah Turki di Hacettepe Universitas, Ankara. S2 diselesaikannya pada jurusan Komunikasi Politik Universitas Indonesia pada 2010. Tahun 2007 dia menyelesaikan S1 jurusan Tadris Bahasa Arab UIN Ar-Raniry.
Kombinasi pendidikan yang cemerlang dan dedikasinya dalam kegiatan sosial membuatnya menjadi kandidat legislatif yang menjanjikan untuk mewakili suara rakyat dalam memajukan daerah pemilihannya di Dapil 1, yaitu Aceh Besar, Banda Aceh, dan Sabang. (Lia Dali)