Oleh: Risman Rachman
Sofyan Dawood, begitu nama lengkapnya. Mantan Panglima Wilayah Pasee yang pernah populer sebagai Jubir GAM itu akhirnya bersedia masuk ke dunia politik.
PDI Perjuangan (PDI P) sukses menyakinkan sosok propagandis GAM itu untuk bersedia menjadi caleg DPR RI.
Sebagai partai besar yang sudah dua periode menguasai parlemen dan mengantar kadernya menjadi presiden Indonesia, PDI P memang belum memiliki sosok pejuang rakyat kecil untuk menyuarakan kepentingan Aceh, di parlemen.
“PDI P bersedia menerima proposal politik yang saya tawarkan. Saya mau, jika saya terpilih seluruh kekuatan fraksi PDI P di Senayan harus bersedia membantu apa yang dibutuhkan rakyat Aceh,” sebut sosok yang lebih suka disapa Bang Yan.
Sebagaimana diketahui, selama ini PDI P tidak punya kader tangguh dari Aceh yang duduk di Senayan. Terakhir, hanya ada satu wakil Aceh dari PDI P yang duduk di DPR RI yaitu Tagore Abubakar pada Pemilu 2014.
Tidak hanya oleh kalangan keluarga besar KPA dan PA, dukungan juga datang dari keluarga besar PNA yang dinakhodai oleh Irwandi Yusuf. Bahkan, di Aceh Tenggara, kader lintas partai lainnya juga ada yang ikut mendukung Sofyan Dawood. Semua berkumpul di kantor PNA untuk mensukseskan agenda kerja pemenangan Sofyan Dawood di Aceh Tenggara.
Itu artinya, kesediaan Sofyan Dawood untuk masuk ke parlemen memang mendapat dukungan luas, tidak hanya dukungan dari internal PDI P semata tapi juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk dari komunitas Nias dan Batak.
Menarik memang jika mencermari perjalanan kampanye Sofyan Dawood. Berbeda dengan caleg lain, Sofyan Dawood lebih mengedepankan gerakan politik bernuansa perjuangan.
Di setiap kunjungannya Sofyan Dawood lebih mengedepakan diskusi politik dengan masyarakat ketimbang langsung membicarakan soal kerja mengumpulkan suara.
Sofyan Dawood sosok yang berani secara terus terang menolak politik uang. Dengan kata lain, tawaran untuk membeli suara langsung ditolak mentah-mentah.
Sofyan Dawood juga tidak bersedia menabur janji dalam setiap pertemuannya baik dengan tim pendukung maupun dengan masyarakat. Satu-satunya janji yang disampaikan adalah dirinya akan kembali mengunjungi 15 daerah begitu diumumkan sebagai caleg terpilih.
Pada kunjungan kembali itulah Sofyan Dawood akan membuat perjanjian dengan daerah di Dapil pemilihan. Dengan melibatkan berbagai kalangan akan menyusun agenda politik yang harus diperjuangkannya di Jakarta.
Menurutnya, semua caleg sangat mungkin menjanjikan banyak hal, termasuk akan siap melakukan kontrak politik. Bahkan, dirinya mengaku bisa membuat daftar janji yang lebih banyak lagi dari caleg lainnya.
Namun, janji itu akan musnah, apalagi jika caleg harus menang dengan politik uang yang super besar. Mereka yang menang mengaggap kemenangannya sudah dibayar lunas dan saatnya mengembalikan uang yang sudah dihabiskan.
Alat Peraga Kampanye Sofyan Dawood juga berbeda dengan caleg lainnya. Tidak terlalu meriah. Dirinya lebih suka bertemu dan berdialog langsung dengan tim dan warga sehingga bisa berdiskusi politik. Satu-satunya APK yang banyak dibagi adalah kartu nama.
Sekilas, cara ini sempat memunculkan spekulasi. Ada yang menduga Sofyan Dawood tidak serius, bahkan ada yang melempar isu jika Bang Yan sudah mengundurkan diri karena sakit.
Namun, semua spekulasi berakhir. Sepulang dari umroh, Sofyan Dawood bersama timnya langsung melakukan safari politik. Diberbagai daerah kunjungan para mantan kombatan bahkan ikut antusias menyambut kedatangannya.
Meski kegiatan gerilya politiknya kalah cepat dibandingkan caleg lainnya, namun begitu Sofyan Dawood turun gunung berbagai caleg lainnya pun seperti dilanda gusar. Bahkan, mulai ada yang memainkan jurus tekanan dengan kekuasaan yang dimiliki si caleg, dan tidak sedikit yang dikabarkan mulai siap-siap melakukan gerakan money politik. Kabar gerakan “siram” ini bahkan menjadi taktik untuk melemahkan tim caleg lainnya.
Dalam beberapa pertemuan, ada yang secara terus terang menyampaikan bahwa akan sangat sulit untuk meraih suara manakala tidak ada yang diberikan kepada masyarakat mengingat kandidat lainnya disebut sudah menyiapkan buah tangan untuk pemilih.
Mendengar laporan itu Sofyan Dawood justru mempersilahkan untuk bergabung dengan caleg yang disebut bakal menyiapkan operasi buah tangan. Dilain tempat Sofyan Dawood bahkan menantang untuk mencari siapa warga yang sudah diberi uang.
“Nanti saya akan berikan uang tambahan agar terus memilih si pemberi pertama,” selorohnya. Selepas itu, Sofyan Dawood mengingatkan konsekuensi lima tahunan yang harus ditanggung rakyat. Jangan pernah berharap perbaikan hidup pada caleg yang menang dengan politik uang. “Bek peugah kecewa sabee tiep limong thon,” tambah Sofyan Dawood.
Sikap kerasnya pada politik uang bukan bermakna Sofyan Dawood tidak peduli pada warga yang susah akibat terus menjadi korban politik lima tahunan. Sofyan Dawood terbilang sosok yang peka dan peduli dengan warga, termasuk derita eks kombatan.
Sekeras apapun sosok Sofyan Dawood, air matanya akan jatuh begitu mendengar keluhan yang disampaikan. Dirinya akan reflek membantu tanpa embel-embel harus memberi suara untuk dirinya.
Sofyan Dawood tidak hanya peka untuk urusan membantu orang yang menurutnya pantas dibantu saat musim Pemilu tiba. Bahkan, sebelum menjadi caleg pun banyak kasus-kasus yang dihadapi warga ikut dicarikan jalan keluar olehnya. Wajar jika dalam setiap pertemuan Sofyan Dawood banyak menerima pengaduan kasus. Mulai dari kasus konflik lahan, konflik pulau, sertifikat tanah, hingga permintaan dukungan untuk kegiatan sosial, ibadah, termasuk dukungan hajatan yang sifatnya keluarga.
Dukungan yang diberikan sama sekali tidak dikaitkan dalam usahanya mencari dukungan suara. Semua dilakukan sebagai wujud kesadaran ideologisnya terhadap pesan dari Wali Nanggroe Hasan Tiro yang mengingatkan agar tidak nafsi-nafsi atau peuglah pucok droe saja.
Sifat humanis dan peduli itulah yang membuat Sofyan Dawood diterima oleh banyak kalangan, baik itu lintas suku maupun lintas agama. Kepada pemeluk agama lain, Sofyan Dawood dengan tegas mengatakan Islam itu agama rahmat, bukan hanya untuk sesama muslim saja tapi untuk sekalian alam.
Begitu pula dengan soal suku. Bagi Sofyan Dawood, apapun sukunya, sejauh ber KTP Aceh adalah orang Aceh yang berkewajiban ikut serta memajukan Aceh dan karenanya berhak pula atas kesejahteraan dari kerja membangun Aceh.
Sofyan Dawood juga welcome dengan berbagai kalangan. Beliau bisa akrab dengan juru parkir, mendukung kegiatan profesi dan hobi bahkan kampanyenya ikut menghadirkan sentuhan seni yang melibatkan karya seniman.
Sofyan Dawood bukan tanpa pertimbangan memilih PDI P. Pasalnya, sejauh ini elektabilitas PDI P masih sangat tinggi. Jika PDI P kembali menjadi partai mayoritas di DPR maka Sofyan Dawood akan dapat memainkan peran strategis dan taktis di parlemen untuk kepentingan Aceh.
Selama ini, akibat sentimen politik, Aceh kehilangan kesempatan menyuarakan kepentingan melalui PDI-P yang memiliki kursi mayoritas di DPR RI. Dan, selama puluhan tahun, belum ada sosok kombatan yang kuat duduk di parlemen.
Jika pun ada lebih mengambil peran oposisi, bukan pada peran pendukung. Padahal, dengan peran pendukung banyak hal yang bisa dibawa pulang untuk kepentingan membangun Aceh dan membantu masyarakat.
Hari pemilihan, 14 Februari 2024, sudah di depan mata. Di atas kertas semua berharap Pemilu akan membawa perubahan bagi Aceh ke arah yang lebih baik, setidaknya status daerah termiskin di Sumatera berakhir.
Tentu saja itu akan lebih mudah terwujud manakala pemilihan terbebas dari politik uang, politik intimidasi, juga politik curang. Di sinilah nasib politik Sofyan Dawood ditetapkan. Tapi, jika semuanya sudah tertulis di lahul mahfudz, tidak ada yang bisa mengubahnya, kecualli dengan izinNya.
Begitulah Sofyan Dawood yang bersedia dipinang oleh PDI-P untuk agenda memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh di parlemen. Jadi, tidak ada misi terselubung yang merugikan Aceh.