Hari Disabilitas Internasional diperingati setiap tahun pada 3 Desember. Hari ini didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran tentang kesulitan yang dihadapi orang dengan disabilitas dan untuk menghargai kontribusi mereka dalam berbagai aspek kehidupan termasuk politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Sejarah peringatan hari disabilitas dunia dimulai pada tahun 1992, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 47/3, mendeklarasikan Hari Penyandang Disabilitas Internasional sebagai peringatan tahunan.
Dalam laman resmi PBB, tahun 2023 tema Hari Penyandang Disabilitas Internasional adalah “United in action to rescue and achieve the SDGs for, with and by persons with disabilities.” Atau dalam bahasa Indonesia “Bersatu dalam aksi menyelamatkan dan mencapai SDGs untuk dan dengan oleh penyandang disabilitas.”
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, istilah “penyandang cacat” diganti dengan “penyandang disabilitas”.
Namun keterbatasan yang dimiliki tidak memudarkan semangat untuk mendapatkan hak mereka dengan terus berkarya dan bekerja layaknya seperti orang normal di berbagai sektor baik formal ataupun informal.
Seperti yang dilakoni oleh Tari, Barista Perempuan yang telah bersertifikat Nasional. Ia adalah salah satu Disabilitas Tunarungu berbakat dan kini dipercaya untuk mengelola kafe Hana Suu, berlokasi di halaman kantor Dinas Sosial Kota Banda Aceh dan merupakan kafe binaan mereka (Dinas Sosial).
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak, Lanjut Usia dan Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Kota Banda Aceh Kemalahayati mengatakan kafe Hana Suu, diinisiasi dan menjadi inovasi Dinas Sosial Kota Banda Aceh untuk mendukung mereka. Ini juga sebagai wadah untuk magang dan melanjutkan profesi mereka sampai mereka siap mandiri.
“Mereka yang terpilih diwajibkan mengikuti penuh pelatihan yang diberikan selama 45 hari di BLK Kota Banda Aceh” sebut Kemalahayati.
Dengan menggunakan bahasa isyarat dan dibantu diterjemahkan oleh Kemalahayati, Tari, 28 tahun bercerita tentang profesi barunya ini.
“Saya senang menjalani profesi ini karena motivasi saya mengikuti pelatihan barista agar menjadi mandiri dan memiliki uang sendiri, saya juga merasa diterima dan mendapatkan kesempatan seperti orang normal biasanya” tutur Tari dengan antusias.
Dalam setiap langkah pekerjaannya, senyuman selalu menghiasi wajahnya. Bagi Tari, kebahagiaan itu bukan sekadar ekspresi, melainkan semangat yang selalu hadir, menjadi pendorong utama dalam setiap tugas yang diemban.
“Saya ingin orang datang dan ramai, suka karena nanti saya memberi menu dan bill, antar pesanan sendiri” ucapnya.
Kisah serupa juga diceritakan oleh Nafisah, ia juga merupakan disabilitas tuna rungu. gadis 24 tahun ini merupakan karyawan di kafe tersebut, meski bukan berlatar belakang Barista, kopi racikannya juga tak kalah enak dari barista di kafe lainnya, karena ia diajari oleh barista Tari.
“saya mulai berkerja di sini sejak 2022, tertarik kemari karena mau belajar barista, bisa buat kopi dikit-dikit belajar dari Tari” kata Nafisah dengan bahasa isyarat.
Inisiatif seperti ini tidak hanya memberi orang yang hidup dengan disabilitas peluang ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesulitan yang mereka hadapi setiap hari.
“Senang kerja di sini, kumpul-in duit, di tempat kerja dulu cape dan sering dimarahi, di sini senang” cerita Nafisah dengan raut sedih namun segera berganti ceria.
Kafe Hana Suu, merupakan usah unik dari inisiatif inovatif menjadi simbol inklusi dan kesempatan bagi komunitas tuna rungu. Bertujuan untuk memberdayakan mereka yang memiliki keterbatasan dalam bicara dengar dan menyediakan tempat yang nyaman tidak hanya bagi mereka juga bagi semua orang.
“Kafe Hana Suu buka dari Senin hingga Jumat, dari pagi sampai sore, di hari dan jam kantor saja. Menu yang tersedia tidak hanya kopi, ada makanannya juga seperti mie ayam, kue juga” tambah Kemalahayati
Keberadaan ruang kerja aman dan supportive bagi disabilitas seperti apa yang didapatkan oleh mereka juga berfungsi sebagai pusat pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi individu tunarungu.
Dengan memberikan peluang untuk belajar manajemen kafe, pelayanan pelanggan, dan keterampilan kuliner, inisiatif ini tidak hanya memberikan pekerjaan tetapi juga mendorong pertumbuhan individu dan komunitas.
Bagi masyarakat, menawarkan kesempatan untuk berinteraksi dan memahami lebih baik kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang dengan disabilitas. Meningkatkan kesadaran pemahaman, menghilangkan stigma, dan mendorong inklusi di seluruh masyarakat.
Melalui tindakan kecil seperti mendukung Kafe Hana Suu dengan hadir ditengah mereka, tidak hanya menghormati hak-hak orang dengan disabilitas tetapi juga menciptakan dunia di mana setiap orang dapat merasa dihargai dan diterima. Nurul Ali