Aceh Pertimbangkan Kembalinya Bank Konvensional

Dugaan serangan siber terhadap Bank Syariah Indonesia, yang membuat kemacetan transaksi via ATM dan mobile banking sejak awal pekan ini, telah memicu reaksi yang luas di Aceh. Sebagai daerah satu-satunya di Indonesia yang menerapkan single banking system, dimana hanya operasional bank syariah yang dibolehkan, dampak dari pelayanan BSI sangat terasa. Kini Aceh mengagendakan revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah, dengan kemungkinan membolehkan kembali operasional bank konvensional di propinsi yang menerapkan syariat Islam tersebut.

Ketua Dewan Perrwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Saiful Bahri menyebut permasalahan itu memicu masyarakat mendesak pemerintah mengevaluasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

“Kami sudah bermusyawarah di lembaga, qanun LKS ini harus ditinjau ulang agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh,” tegas Saiful Bahri yang berasal dari Partai Aceh, partai lokal yang merupakan yang dibentuk GAM pasca perdamaian dengan Pemerintah Indonesia di Helsinki.

Warga Aceh selama ini tidak memiliki pilihan menggunakan bank konvensional setelah Qanun LKS berlaku. Berlakunya Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah mengharuskan setiap orang dan/atau badan hukum di Aceh menggunakan prinsip-prinsip keuangan syariah dalam melakukan transaksi keuangan. Pasca aturan itu satu per satu bank konvensional meneghentikan operasionalnya dan hanya tinggal bank syariah. Beberapa bank syariah milik pemerintah menggabungkann diri menjadi satu Bank Syariah Indonesia.

Warga Aceh diwajibkan untuk mengalihkan tabungan ke bank-bank syariah. Tercatat hanya ada 7 bank umum syariah, 6 unit usaha syariah, dan 3 BPR serta 12 BPRS yang memberikan pelayanan perbankan di Aceh saat ini. Data dari Bank Indonesia Perwakilan Aceh menunjukkan banyak pengusaha Aceh yang kemudian mencari sumber pembiayaan usaha dari bank konvensional di luar Aceh.

Rencana DPR Aceh untuk merevisi Qanun tentang Lembaga Keuangan Syariah agar bank konvensional bisa beroperasi lagi di Aceh, di sambut baik Ketua Hiswana Migas Aceh, Nahrawi Noerdin. Menurutnya kebijakan tersebut dinilai tepat untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi error seperti saat ini  pada Bank BSI yang dapat menggangu sistem pelayanan bank bagi pengusaha di Aceh.

“Saat BSI error seperti sekarang ini sangat menyulitkan kami para pengusaha di SPBU”, ungkap pemilik pom bensin di Aceh Besar ini. 

Bagi Nahrawi, Adanya Wacana  DPR Aceh bakal merevisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), dan mengupayakan agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh, merupakan langkah tepat sehingga bisa bertransaksi di dua jenis bank tersebut dalam menjalankan bisnis.

Ketua Kadin Aceh Muhmmad Iqbal Piyeung sudah lama mengkritisi layanan perbankan di Aceh yang hanya tersdia bank syariah. Banyak kebutuhan layanan perbankkan pengusaha yang belum mampu dilayani oleh produk perbankan syariah.

“Bank konvensional mesti dibuka lagi di Aceh karena transaksi keuangan masih membutuhkan layanan bank konvensional”.

Sementara itu Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh Rony Widijarto Purubaskoro kepada benarnews.org menyebutkan soal aturan dan rencana revisi qanun lembaga keuangan syariah sepenuhnya wewenang pemerintah Aceh. Pihaknya hanya memastikan kelancaran transaksi dan tersedianya dana yang cukup yang dijamin oleh Bank Indonesia.

Kantor Bank Indonesia Perwakilan Aceh akhir minggu ini merilis pertumbuhan ekonomi Aceh 4,63 persen, lebih rendah dibandingkan triwulan pertama tahun lalu 5,6 persen.

Pengamat ekonomi dari Universitas Syiah Kuala Rustam Effendi menilai error system pada BSI sangat menghambat aktifitas ekonomi dan bisnis di berbagai sector usaha. “Inilah risiko bagi Aceh yang memilih single banking system”.

Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Aceh menghentikan sementara penyaluran dana APBN melalui Bank Syariah Indonesia (BSI). Penghentian itu imbas dari erornya layanan perbankan tersebut selama berhari-hari.

“Atas adanya kejadian berupa system error pada BSI beberapa hari ini, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan mengambil langkah berupa penghentian sementara interkoneksi sistem antara BSI dengan sistem perbendaharaan dan anggaran negara sebagai platform pembayaran APBN. Langkah ini merupakan upaya memberikan kesempatan kepada BSI untuk memperbaiki sistem mereka,” kata Kepala Kanwil DJPb Aceh, Izharul Haq dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (12/5/2023).

Izharul mengatakan kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Banda Aceh telah mengeluarkan surat yang ditujukan para pimpinan satuan kerja mitra kerja KPPN. Surat itu mengenai penghentian sementara BSI sebagai mitra pemerintah dalam penyaluran dana APBN yang disebabkan gangguan sistem yang terjadi pada bank tersebut.

Di tengah desakan makin kuat untuk revisi aturan dan diperolehkan kembali operasional bank konvensional dari pengusaha dan masyarakat, tetap ada yang menentang.

Kelompok Ketua Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Aceh Muhammad Balia meminta DPRA tidak melakukan upaya pelemahan Qanun Lembaga Keuangan Syariah, “persoalan system layanan BSI yang bermasalah jangan dijadikan alasan merevisi Qanun LKS,” tegas Balia.

Namun demikian juru bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menyampaikan, “pada prinsipnya Pemerintah Aceh adalah pelaksana terhadap aturan yang dihasilkan dewan. Apapun kebijakan dewan tentu sangat kita hargai.”

Dari Jakarta Corporate Secretary BSI Gunawan Arief Hartoyo menyatakan layanan perbankan BSI suadh pulih secara bertahap. Namun di Aceh layanan BSI belum nomal sepenuhnya, hingga akhir pekan ini gangguan layanan ATM dan mobile banking masih berlanjut. Seperti halnya pro kontra tentang rencana revisi aturan daerah tentang akan terus muncul.