Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Kemlu RI, Achsanul Habib meyakini terdamparnya pengungsi Rohingya di perairan Aceh bukanlah sesuatu kebetulan melainkan telah direncanakan dengan matang
Hal itu setidaknya terlihat dari kesamaan pola terdampar pada titik yang sama, dengan kata lain diduga kuat ada pihak lain yang terlibat dan mengkoordinasikan dari darat.
“Gambarannya mereka terkoordinasi dengan baik, bukan pelarian darurat, karena sudah disusun dengan baik koordinat mereka dan dibagikan kepada jaringan mereka di darat sehingga titik kedatangan sama selalu,” ujarnya.
Selain itu kata Habib, kalau diperhatikan pola terdamparnya pengungsi Rohingya, Indonesia atau Aceh khususnya hanya dijadikan sebagai tempat transit sementara sebelum mereka menyusun rencana bertolak ke negara lain khususnya Malaysia
“Beberapa kali pendaratan di Aceh, setelah kita sediakan penampungan di Aceh setelah itu ada yang menjemput untuk dibawa kabur, artinya Indonesia hanya transit untuk mengatur perjalanan berikutnya ke negara tujuan,” lanjutnya.
Fakta di lapangan lanjut Habib, beberapa pengungsi Rohingya bahkan sudah mahir berbahasa Indonesia dan memiliki telpon genggam, dan mereka diduga bukan hanya sekali ke Indonesia. Selain itu didapat fakta lainnya bahwa penumpang dari kapal yang terdampar juga harus membayar sejumlah uang untuk bisa berangkat dari tempat mereka ke negara tujuan.
“Beberapa kali pendaratan kita dapat juga perempuan dan anak-anak, jadi nggak mungkin juga mereka keluar tanpa tujuan. Jadi nanti alasannya macam-macam, ada yang menyusul keluarga yang sudah terlebih dulu tiba disana,” tambahnya.
Habib mengaku tidak tau siapa yang terlibat dalam sindikat ini, akan tetapi kata dia sesuai konstitusi, Indonesia harus menolong orang dalam keadaan darurat.
“Sikap kita tetap pada aturan apabila itu terjadi di wilayah laut Indonesia besarkan konstitusi kita harus menolong orang dalam keadaan darurat tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya pada tanggal 26 Desember 2022 sebanyak 185 pengungsi Rohingya yang terdiri dari 83 laki-laki dewasa, 70 perempuan, dan 32 anak-anak terdampar di kabupaten Pidie. Sehari sebelumnya sebanyak 58 pengungsi Rohingya juga ditemukan terdampar di kabupaten Aceh Besar.
Wakil Sekretaris Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek sepakat dengan pihak kementerian luar negeri terkait adanya dugaan sindikat dalam kasus pengungsi Rohingya, akan tetapi bagi nelayan Aceh, jika ada orang yang butuh pertolongan di laut tetap akan diberikan pertolongan.
“Kami waktu menolong mereka di laut tidak langsung mendorong ke darat, biasanya kita bantu makanan, kita bantu BBM juga, kita tidak tau mereka pengungsi sampai mereka kemudian terdampar di pantai Aceh, jadi bagi kita ini adalah masalah kemanusiaan, dan ini ada dalam hukum adat Laot kita, sejauh tidak membahayakan kota sendiri,” ujarnya.