Kalangan pengusaha menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang mengacu kepada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Pengusaha meminta supaya penetapan UMP tetap berpedoman pada PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. PP No.36 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) provinsi Aceh Ramli mengatakan meskipun menggunakan regulasi yang sama, namun penentuan UMP setiap provinsi berbeda-beda tergantung inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
“UMP Aceh sebelum dinaikkan saja sudah cukup tinggi sejak tahun 2020 dan 2021 hampir 3,2 juta. Kita lihat hari ini Aceh inflasi cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata nasional dan kami sudah menghitung sebenarnya dan sudah memutuskan, ternyata keluar lagi Permenaker 18 tahun 2022 yang menaikkan 10 persen, inilah yang tidak masuk, makanya APINDO menolak seperti itu,” ujarnya.
Ramli mengatakan Penghitungan dengan menggunakan PP 36 tahun 2021 cukup berkeadilan karena menyesuaikan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.
“Coba kita pikirkan sekarang, kita daerah termiskin di Sumatera, pertumbuhan ekonomi rendah, bagaimana kita mau mengundang para investor ke Aceh. Kita berupaya membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya tapi kalau upah terlalu tinggi bagaimana? Contoh UMKM baru buka harus bayar UMP itu bagaimana? Tapi usaha yang sudah berkembang kita bayar diatas UMP, jadi tolong pemerintah Aceh meninjau kembali,” tambahnya.
Ramli mengajak semua pihak sama-sama berfikir kembali tentang UMP Aceh yang dinilai cukup besar dan tidak sesuai dengan kondisi Aceh saat ini. Banyak pengusaha Aceh diluar menolak buka usaha di Aceh karena UMP terlalu tinggi.
“Saya sering mengajak pengusaha Aceh diluar untuk pulang membuka usaha di Aceh, tapi yang pertama mereka tanya berapa UMP nya, maka ini sama-sama kita fikir dampaknya, maka solusinya mari kita sama-sama mundur satu langkah,” lanjutnya.
Sementara itu Sekretaris KSPI Aceh, Habibie Insuen mengaku buruh di Aceh menanggapi bermacam ragam terkait kenaikan UMP Aceh, ada yang mengaku cukup puas dengan kenaikan dan ada yang berharap kenaikan lebih tinggi atau sekitar 13 persen dari sebelumnya.
“Soal kepatuhan pengusaha itu menjadi kewajiban pelaku usaha, kalau mau dibandingkan dengan provinsi lain, tapi di luar Aceh memang tidak menggunakan UMP lagi tapi menggunakan UMK atau upah minimum kabupaten, dan itu tinggi,” ujarnya.
Ia berharap pengawasan UMP dilakukan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah dan jika ada yang melanggar perlu diberikan sanksi yang tegas. Pihaknya masih menemukan banyak pengusaha belum membayar pekerja sesuai UMP, akan tetapi para pekerjanya takut untuk melaporkan karena khawatir kehilangan pekerjaan.
“Kami melihat ditingkat UMKM saja sudah banyak yang patuh bahkan mereka mendaftar pekerjanya ke jaminan sosial, walaupun masih ada yang belum mencapai UMP, tapi mereka berusaha untuk mencapai UMP,” tambahnya.
Habibie menambahkan tujuan kenaikan UMP adalah supaya para pekerja sejahtera, jika ada perusahaan yang tidak mampu membayar upah sesuai UMP, maka boleh mengajukan penangguhan pembayaran.
Sementara itu sebelumnya PJ Gubernur Aceh telah menetapkan penyesuaian UMP Aceh 2023 sebesar 7,8%, sehingga untuk Tahun 2023 UMP Aceh menjadi sebesar Rp. 3.413.666,- atau naik sebesar Rp. 247.206,- dari Tahun 2022,.