Menyusul gagalnya dua calon Dirut Bank Aceh dalam proses fit and propers test oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat, ditanggapi oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh, Muhammad Iqbal.
“Tugas Pemerintah Aceh selanjutnya—selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP)—tak sebatas mengocok ulang nama-nama calon yang akan diajukan ke OJK. Tetapi buka kesempatan seluasnya agar putra-putri terbaik Aceh, maupun di luar Aceh bisa berkompetisi untuk menjadi Dirut Bank Aceh,” kata Iqbal ketika memaparkan pandangannya terhadap Bank Aceh di Kantor PWI Aceh, Jumat sore, 21 Oktober 2022.
Iqbal berkunjung ke Kantor PWI Aceh didampingi Koordinator/Wakil Ketua Umum Bidang Perekonomian H Ramli, Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan Iqbal Idris Ali, dan Wakil Ketua Umum Bidang Investasi TAF Haikal.
“Bank Aceh adalah bank miliknya rakyat Aceh. Karenanya apapun yang dilakukan bank ini harus mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Aceh, bukan malah sebaliknya,” tandas Iqbal.
Ke depan, lanjut Iqbal, Bank Aceh harus dipimpin oleh para profesional yang berani mendobrak tradisi sebagai penyalur pembiayaan konsumtif kepada yang bersifat produktif.
“Selama ini Bank Aceh terkesan cari aman, sehingga modal yang disalurkan dalam bentuk kredit kebanyakan menyasar para PNS karena mudah cicilan bulanan dengan cara pemotongan gaji,” ujar Muhammad Iqbal.
Penyaluran pembiayaan untuk tujuan konsumtif, menurut Iqbal bukan tidak boleh tapi harus diatur secara proporsional. Yang terpenting, katanya lagi, Bank Aceh harus mampu menjadi motor penggerak ekonomi bagi pelaku usaha yang ujung-ujungnya juga akan memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi masyarakat pada umumnya.
“Kalau hanya tujuannya untuk membantu PNS beli sepeda motor atau membangun dapur rumah, manfaat berganda apa yang bisa diharapkan? Malah yang terjadi adalah pembebanan kepada PNS karena gaji habis untuk bayar cicilan bulanan,” ujar pengusaha dari Aceh Besar tersebut.
Terkait kriteria calon Dirut Bank Aceh ke depan, Iqbal kembali mengulangi statemen yang pernah disampaikan sebelumnya kepada media.
Dari kacamata dunia usaha, harus berani untuk ekspansi ke arah pinjaman produktif guna mengembangkan sektor dunia usaha.
Kedua, Dirut Bank Aceh Syariah tidak mesti orang Aceh, melainkan orang-orang yang bisa membangun Bank Aceh ke depan. Apalagi, sebut Iqbal, semenjak bank konvensional tidak ada lagi di Aceh, banyak potensi atau peluang agar mereka dicalonkan menjadi Dirut Bank Aceh.
“Jadi menurut kami, Pemerintah Aceh selaku Pemegang Saham Pengendali harus melakukan langkah ekstrem dengan membuka peluang selebar-lebarnya bagi siapa saja yang akan berkompetisi menjadi Dirut Bank Aceh. Dalam percaturan global sekarang ini, menjadi aneh kalau ada pembatasan apalagi rekruitmen secara diam-diam,” tandas Iqbal.
Dalam diskusi yang berlangsung santai itu, berbagai masukan dan testimoni tentang keberpihakan Bank Aceh kepada pengusaha juga diungkapkan oleh H Ramli, Iqbal Idris Ali, dan TAF Haikal.
“Harus jujur kami katakan, keberpihakan Bank Aceh kepada kalangan penguasaha masih sangat minim. Sudahlah, ini kita jadikan sebagai pengalaman buruk masa lalu untuk kita menuju masa depan yang lebih baik dengan konsep perbankan yang mendukung dunia usaha. Untuk mewujudkan itu tentu saja dibutuhkan direksi yang berani, bebas dari intervensi,” kata H Ramli dibenarkan Iqbal Idris dan TAF Haikal.