Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) kabarnya meminta masyarakat Aceh untuk menyampaikan aspirasi terhadap wacana perubahan Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Beberapa hari sebelum ajakan DPRA ini, Kolaborasi Masyarakat Sipil Aceh (Komasa) telah melakukan serangkaian pertemuan di Jakarta guna mengkampanyekan partisipasi publik dalam pembahasan perubahan UUPA.
“Pertemuan Komasa dengan berbagai pihak di Jakarta adalah momentum memperjuangkan aspirasi dan mengkampanyekan partisipasi publik dalam revisi UUPA,” ujar Safaruddin dari Komasa, Sabtu (08/10/2022) di Rumoh Kolaborasi, Banda Aceh.
Safaruddin menilai, permintaan aspirasi dari DPRA memberikan nuansa positif dan diharapkan menghasilkan partisipasi publik yang solid.
“Ya, kami kira ini langkah positif, semoga partisipasi publik lebih solid ke depannya,” harap Safaruddin.
Meskipun demikian, pihaknya juga menyayangkan capaian advokasi UUPA, sebab draf rancangan perubahan UUPA versi DPRA belum bisa diakses oleh publik.
“Kita juga menyayangkan capaian advokasi UUPA selama bertahun-tahun belum menghasilkan satu draf revisi yang bisa dibaca oleh publik, padahal draf inilah yang bakal kita uji bersama,” kritik Safaruddin.
Namun, alih-alih membuka aspirasi publik itu, Komasa menyarankan agar DPRA menjemput berbagai saran dan masukan secara langsung, tidak hanya menunggu dikirim dari email melainkan DPRA bisa memfasilitasi kegiatan seperti FGD yang turut mengundang berbagai pihak.
“Kami sarankan DPRA mendengar langsung aspirasi publik jangan menunggu dan meminta aspirasi itu dikirim via email saja, apalagi kebutuhan kegiatan advokasi UUPA juga ditampung dalam APBA Perubahan, artinya ruang partisipasi itu harus diundang dengan FGD atau kegiatan yang sama,” kata Safaruddin.
Sebelumnya, DPRA telah membentuk tim advokasi UUPA yang terdiri dari unsur pimpinan DPRA, Ketua Fraksi DPRA, unsur AKD DPRA, pimpinan partai politik baik nasional dan lokal, praktisi, serta akademisi. Tetapi tim ini dinilai belum cukup memberikan partisipasi publik dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga, sejumlah masyarakat sipil mengadvokasi UUPA secara mandiri.
Berdasarkan data yang diperoleh Komasa, rincian biaya advokasi UUPA untuk perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp1.543.662.000. Honorarium Tenaga Ahli, Rp426.000.000 dan Rp392.000.000. Rapat pembahasan di luar daerah, Rp51.000.000. Honorarium FGD, Rp35.000.000. Honorarium panitia FGD, Rp33.500.000. Sewa ruang rapat, Rp25.000.000. BBM dalam rangka perjalanan, Rp108.000.000.
Dalam perubahan APBA kucuran dana yang mengalir dalam kegiatan advokasi UUPA bentukan DPRA itu ditaksir sekitar 2,6 milyar.
“Kalau pembahasan UUPA difasilitasi dengan APBA, kami berharap adanya keterbukaan dan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna.” harap Safaruddin.