Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Haji Muhammad Yusuf A Wahab akrab dipanggil Tu Sop mengingatkan penunjukkan PJ Gubernur Aceh harus orang yang memiliki integritas, kapasitas dan berani bermanuver untuk kepentingan kesejahteraan rakyat Aceh yang berkeadilan sesuai dengan semangat Syariat Islam.
Jadi, Untuk menjadi PJ Gubernur Aceh tidak cukup dengan modal “Meuturi Get” (Kenal baik) hanya karena popularitasnya, Tapi harus “Get Meuturi” (benar-benar kenal) baik secara watak, prilaku, integritas, kapabelitas, keberanian, keberpihakannya untuk kepentingan Aceh.
Intinya “betaturi get , bek asal get meturi, ( benar dikenal baiknya, benar dalam integritas dan kapasitas bukan sekedar benar terkenal orangnya, padahal belum tentu ,dia orang benar)” tegas Tu Sop.
Hal itu disampaikan Tu Sop sebagai Ketua HUDA mengingat sebentar lagi pemerintah pusat akan mengalihkan kepemimpinan Gubernur Aceh yang berakhir masa jabatan kepada seorang Pejabat (PJ) Gubernur yang ditunjuk langsung. Dan untuk melajutkan roda pemerintahan aceh yang sangat banyak pekerjaan rumahnya sangat dibutuhkan sosok yang berintegritas, memiliki kapasitas dan mampu bermanuver demi kepentingan Aceh, Tegas Tu Sop.
Integritas dan kapasitas yang dibutuhkan dengan kemampuan memadai, integritas dan kapasitas itu diantaranya adalah sosok yang amanah mengingat besarnya anggaran aceh harus terselamatkan serta termanfaatkan pada kebutuhan prioritas masyarakat Aceh, jangan sampai anggaran untuk prioritas masyarakat tersebut menjadil silpa atau justru tidak cukup karena lebih mementing belanja daerah yang kurang manfaatnya. Jika ini terjadi maka maksud negara untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh tentu akan mengalami hambatan.
Tidak disitu saja, situasi kepemimpinan PJ dalam kurun 2,5 tahun kedepan jika tidak amanah akan berpengaruh terhadap pada status Aceh yang menyandang daerah Syariat Islam, ini akan menjadi fitnah bagi agama bahwa seakan-akan orang Islam di Aceh tidak mampu mengelola anggaran dengan amanah, suka pada kemubaziran dan kikir terhadap rakyatnya. Tegas Tu Sop.
Tu Sop melanjutkan, bahwa kemampuan manuver PJ Gubernur Aceh yang dibutuhkan yaitu mampu melakukan terobosan-terobosan cerdas baik secara regulasi maupun kegiatan pembangunan yang menyelamatkan anak bangsa. Diantaranya adalah mampu menjadikan syariat Islam sebagai nilai-nilai dasar dalam pembangunan Aceh. Baik itu dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan menjadi penghubung atas kepentingan Aceh dengan pemerintah pusat. PJ Gubernur harus dapat menghubungkan nilai Syariat Islam dalam semua sector pembangunan, menerapkan Prinsip halal haram di Agama bukan pada makanan saja, tapi halal/haram itu harus hadir di isu infrastruktur, social, ekonomi dan pelayanan public.
Misalkan, Kejahatan korupsi diharapkan tidak terjadi bukan saja karena takut ditangkap, tapi juga juga karena nilai perbuatannya haram yang pasti akan mendapatkan hukuman di Akhirat kelak. Jika Tuhan saja mereka tidak takut maka tidak mungkin PJ Gubernur akan menjadi tauladan bagi masyarakat Aceh.
Pada intinya “Pj Gubernur Aceh juga harus punya kemampuan menjadikan syariat sebagai kekuatan pembangunan, serta Syariat sebagai solusi, atas bebagai persoalan yang sedang mendera aceh, sehingga Syariat Islam bukan saja sebagai alat hukuman saja tapi juga sebagai konsep pembinaan serta perbaikan sendi-sendi kehidupan seluruh masyarakat Aceh ” ungkapnya.
Bila nantinya PJ Gubernur tidak punya strateginya, maka harus melibatkan Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Aceh, yang sekarang ini kami nilai lemah sekali fungsinya dalam penentuan semua kebijakan.
MPU terlemahkan karena digunakan hanya sebagai lembaga produksi rekomendasi saja tanpa punya kekuatan untuk mengevaluasi pemerintah sejauh mana saran/rekomendasi MPU teriplementasikan dalam pemerintahan Aceh. Dan kita berharap PJ Gubernur mendatang siapapun beliau dapat menghubungkan ini dengan baik, Hingga pembagunan aceh berjalan nantinya adalah pembangunan yang bersedikan Syariat Islam.
Tu Sop juga mengingatkan kembali pemerintah pusat dalam penunjukkan PJ Gubernur Aceh nantinya harus mengedepankan kepentingan Aceh, bukan kepentingan ambisi elit politik atau bahkan karena kepentingan kelompok tertentu.
“Jakarta harus ikhlas menentukan PJ berdasarkan kepentingan Aceh secara khusus dan Indonesia secara umum, bukan karena kepentingan elit apalagi kelompok tertentu.” Sebut Tu Sop
Terakhir HUDA Aceh menyampaikan akan siap berkolaborasi dan sinergi dengan siapapun PJ Gubernur Aceh yang akan ditunjuk untuk selama dalam koridor kenpentingan Aceh sebagai daerah khusus sekaligus istimewa yang bersendikan Syariat Islam.