Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, mengajak masyarakat untuk beramal melalui kegiatan donor darah.
Hal itu ia sampaikan usai pelaksanaan zikir dan doa bersama yang dilangsungkan di koridor depan Unit Pelayanan thalassemia, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Rabu 9/2/2022.
Pasien thalassemia adalah mereka yang membutuhkan darah rutin, bahkan harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup. Secara ilmu pengetahuan penyakit ini memang bisa dihindari, yaitu dengan tidak menikah antar-sesama penderita. Caranya adalah dengan terlebih dahulu melakukan skrining sebelum menikah.
Namun demikian, kata Sekda, bagi mereka yang memang telah ditakdirkan terpapar thalassemia, hidup mereka kini tergantung kepada empati masyarakat. “Anggap bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk beramal. Apa yang mereka alami (penderita thalasemia), mengingatkan diri kita dan keluarga agar mau dan selalu mendonorkan darah,” kata Sekda seraya menambahkan, Allah menciptakan segala kekurangan termasuk penyakit, agar kita sesama manusia bisa saling membantu. Mudah-mudahan darah yang didonorkan bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan, seperti pasien thalasemia.
Thalassemia disebabkan oleh kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah. Kelainan genetik ini diturunkan dari orang tua dan membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah. Efek dari sakit ini adalah cepat lelah, mudah mengantuk, hingga sesak napas. Thalassemia perlu diwaspadai, terutama thalassemia yang berat (mayor), karena dapat menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung, pertumbuhan terhambat, gangguan hati, hingga kematian.
Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah, mengatakan Unit Pelayanan thalassemia di RSUDZA aktif berfungsi sejak tahun 2012. Semula penderita thalassemia hanya mendapatkan rawatan di tempat pelayanan bagi anak. Konkritnya masalah thalassemia membuat RSUDZA menyatukan seluruh layanan.
Ia mengatakan bahwa penderita thalassemia di Aceh sangatlah tinggi. Angka dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 menyebutkan jika pasien thalassemia di Aceh berada di atas rata-rata angka nasional bahkan dunia.
Ditambahkan, ada ratusan pasien thalassemia yang membutuhkan transfusi rutin 1 hingga 4 kantong setiap 2 hingga 4 minggu sekali. “Butuh biaya Rp300 juta per pasien per tahun,” kata dr. Isra.
Semula agak sulit mencukupi kebutuhan darah bagi pasien thalassemia. Dalam dua tahun terakhir, berkat gerakan donor darah dari Pemerintah Aceh, kelangkaan darah tidak terjadi lagi. “Pastinya anak-anak kita (penderita thalassemia) dapat tertolong lebih cepat. Berikan darah, karena setetes darah kita dapat menyelamatkan mereka,” kata dia.
Dahlia, Kepala ruangan Unit Pelayanan thalassemia RSUDZA, mengatakan saat ini mereka melayani sekitar 500 pasien thalassemia dari seluruh Aceh. “Ada kunjungan 25 sampai 30 orang per hari,” kata dia. Pasien paling muda yang berobat ke RSUDZA berumur 7 bulan dan tertua berumur 56 tahun.
“Tantangan sekarang masih banyak ditemukan kasus baru. Banyak orang kita tidak paham bahaya thalassemia. Sangat perlu agar diimbau masyarakat untuk mencegah sebelum menurunkan penyakit ini kepada anak,” kata Dahlia.
Menanggapi hal itu, Nurjannah Husien, pendiri organisasi Darah Untuk Aceh, sebuah wadah perkumpulan para pendonor darah sukarela dan tetap yang berlokasi di Banda Aceh, mengatakan bahwa, perlunya sosialisasi tentang pentingnya mendonorkan darah. Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh yang mewajibkan donor darah bagi seluruh pegawai.
“Banyak orang tua membawa anaknya berobat ke Banda Aceh karena ketidaktersediaan stok darah di daerah,” kata dia. Karena itu, langkah donor darah bagi ASN harusnya bisa dilakukan juga oleh pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Aceh.
Nunu, sapaan Nurjannah, menyebutkan, bagi penderita thalassemia, sistem orang tua asuh sangat cocok. Di mana, satu orang pasien mendapatkan darah yang sama ketika ia akan melakukan transfusi. Sistem orang asuh cocok dilakukan karena antara darah pasien dengan daerah pendonor akan diberikan setelah dites bahwa darah antara keduanya cocok.
Selain itu, Nunu mengharapkan agar Pemerintah Aceh menetapkan aturan dalam bentuk Qanun, tentang pentingnya skrining pra nikah sehingga tidak terjadi pernikahan antar-sesama penderita dan efek turunan dari thalassemia yaitu melahirkan anak yang juga menderita thalasemia bisa dihindari.