Banjir menjadi kekhawatiran tersendiri, khususnya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe dengan curah hujan yang relatif tinggi.
Terhadap hal ini tentu pemerintah harus bersikap waspada dan memperlakukan banjir sebagai ancaman serius dan harus diantisipasi secara proporsional dan terpadu.
Ancaman banjir, banjir bandang, putusnya lalulintas transportasi dan bahan pokok makanan, merupakan ancaman yang paling mengkhawatirkan di Kawasan Ibukota Kabupaten Aceh Utara, Lhoksukon.
Data menunjukkan, intensitas curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe masuk dalam kategori hijau, Maknanya ini serius. Banjir yang melanda Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe dari tahun ke tahun terus saja terjadi.
Kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat banjir tersebut tidaklah sedikit, sehingga apabila permasalahan banjir ini tidak ditangani secara serius dan profesional tentu akan menyebabkan penderitaan dan menyengsarakan masyarakat dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe.
Curah hujan serta karakteristik biofisik dan geomorfologi di Aceh, seperti jenis tanah, kelerengan, struktur DAS (luas, keliling DAS, panjang sungai, bentuk DAS, tipe jarigan sungai, orde sungai dan kerapatan jaringan drainase) serta penutupan lahan, akan berpengaruh terhadap besarnya banjir. Perubahan penggunaan lahan juga menyebabkan permasalahan lain yang terkait tanah dan air.
DAS Krueng Kereuto dengan luasan sekitar 103.199 hektar, terdiri atas Sub DAS Krueng Kereuto, Sub DAS Krueng Pirak, Sub DAS Krueng Peuto dan Sub DAS Alue Geudebang (BPDASHL 2020). DAS Krueng Kereuto merupakan salah satu DAS yang terdapat di Aceh Utara, dengan kasus alih fungsi hutan yang tergolong tinggi.
DAS Krueng Kereuto juga menjadi perhatian pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten Aceh Utara, dikarenakan menjadi salah satu DAS yang sangat urgen untuk ditangani dimana hampir setiap tahun terjadi Banjir, Bahkan pada akhir tahun 2020 terjadi banjir besar yang hampir menenggelamkan ibukota kabupaten Aceh Utara dan kejadian yang sama juga terjadi pada akhir tahun 2014, padahal DAS ini sangat penting artinya bagi masyarakat di kabupaten Aceh Utara.
Di DAS Krueng Kereuto terdapat berbagai fasilitas yang dibangun seperti pembangunan waduk Kereuto dengan luasan sekitar 100 hektar yang direncanakan bisa mengairi kebutuhan persawahan yang ada di kabupaten Aceh Utara dan mengendalikan Banjir.
Dilihat dari luasan lahan kritis, Sub DAS Krueng Kereuto terdiri atas agak kritis seluas 12.687,80 hektar, kritis seluas 785, 94 hektar, potensial kritis seluas 39.250,22 hektar, sangat kritis seluas 370, 62 hektar dan tidak kritis 50.104,59 hektar (BPDASHL Aceh, 2020).
Selanjutnya Munzir (2018) mengemukakan bahwa erosi yang terjadi di sub DAS Krueng Pirak berkisar antara 36,27 – 338,98 ton/ha/tahun, ini menunjukkan bahwa erosi yang terjadi cukup tinggi yang salah satu penyebabnya adalah luasan tutupan lahan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe yang semakin berkurang.
Banyak program yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan seperti yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe ini. Para ilmuan diberbagai belahan dunia telah melakukan percobaan-percobaan untuk memperkirakan besarnya akibat yang ditimbulkan oleh degradasi lahan, termasuk dengan mendisain berbagai model dan mengujinya di lapangan, untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan tersebut.
Dampak transformasi lahan hutan, perkebunan, pertanian ke lahan pemukiman dan industri akan mengganggu keseimbangan energi (energy balance) di permukaan tanah. Dalam kondisi ekstrem, alih fungsi lahan berdampak terhadap pengurasan cadangan air tanah (water storage), penurunan produksi air Daerah Aliran Sungai, meningkatkan konsumsi air tanaman melalui transpirasi dan yang paling menakutkan adalah banjir.
Pada musim hujan kondisi lahan yang berpenutup permanen menyebabkan sebagian besar volume air hujan ditransfer menjadi aliran permukaan langsung (direct runoff), akibatnya besaran (magnitude) banjir baik berupa intensitas, frekuensi dan durasinya terus meningkat di beberapa kota besar belakangan ini .
Menyedihkan lagi kerusakan lahan yang sangat luas tersebut hanya diantisipasi secara parsial, hal tersebut menyebabkan mengapa masalah banjir seolah-olah tidak bisa diselesaikan. Degradasi dan transformasi baik jenis, komposisi, proporsi dan kualitas vegetasi di bagian hulu (upstream) dan di bagian hilir (downstream) daerah aliran sungai (DAS), lajunya terus meningkat serta tidak terkendali.
Bentuk dan pola degradasi yang terjadi sangat beragam mulai dari: (1) penurunan kerapatan dan jenis vegetasi; (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (land cover type) dan (3) impermeabilitas yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land) menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yang impermeable).
Ketiga pola tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal: pelaku, luas areal dan dampak yang ditimbulkan.
Saat ini kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe bisa dikatakan dalam kondisi sangat kritis, selain semakin minimnya vegetasi yang tumbuh, kondisi kritis juga terlihat dari laju erosi dan tebalnya sedimentasi di aliran sungai, juga bencana alam banjir yang terjadi secara beruntun dengan intensitas, frekuensi, dan distribusi wilayah yang terkena bencana semakin meningkat dan meluas.
Untuk mengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe, Mengamankan kawasan Ibukota Aceh Utara dari banjir dan mensejahterakan masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe, perlu segera disusun Blue Print Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe dalam jangka panjang (20 tahunan), yang melibatkan para pihak terkait.
Kampus Universitas Malikussaleh Lhokseumawe yang banyak memiliki pakar dan ahli, dapat saja meginisiasi untuk menyusun draft awal Blue Print Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai acuan oleh semua pihak dalam menjaga kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureutoe demi mewujudkan masyarakat Aceh Utara yang Mandiri, Maju dan Sejahtera. Wallahu’alam bissawab.
Oleh : Dr. Husnan, ST. MP