Pemerintah Aceh menargetkan Monitoring Center for Prevention (MCP) tahun 2021 dengan nilai 80,15 persen. Angka itu ditargetkan lebih tinggi dari capaian MCP tahun 2020 lalu sejumlah 78,83 persen.
Sementara itu, seluruh kabupaten/kota se Aceh menargetkan MCP di atas 70 persen, bahkan Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Tengah lebih optimis dengan menargetkan MCP tahun ini hingga level 100 persen.
“Komitmen target MCP Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2021 sudah ditandatangani oleh Sekda Aceh dan Sekda Kabupaten/Kota se Aceh pada tanggal 18 Maret kemarin,” kata Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi antara KPK dengan Kepala Daerah se Aceh, di Gedung Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh, Jumat (26/03/2021).
“Secara agregat, komitmen capaian MCP tahun 2020 sebesar 50 persen atau kategori kuning. Kita harapkan target capaian MCP tahun 2021 bisa tercapai yaitu 80,32 persen atau dalam kategori hijau,” ujar Nova.
Nova mengatakan, Pemerintah Aceh membutuhkan bimbingan atau mentoring dari KPK agar target capaian itu bisa diraih. Nova juga berharap ada aksi konkrit dari Pemerintahan Kabupaten dan Kota se Aceh, agar target tersebut bisa dicapai.
Nantinya, kata Nova, tim MCP Aceh akan rutin melaksanakan rapat dengan Sekda Aceh dan Sekda Kabupaten/Kota se Aceh, untuk melakukan evaluasi terhadap capaian MCP setiap dua bulan sekali.
“Semoga yang menjadi komitmen kita bersama dalam rangka pencegahan korupsi di Aceh dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya,” ujar Nova.
MCP sendiri merupakan salah satu program KPK dalam pencegahan korupsi terintegrasi melalui perbaikan tata kelola 8 bidang/area yang terangkum dalam MCP. Adapun ke delapan bidang itu, di antaranya Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Terpadu satu pintu, Kapabilitas APIP.
Selanjutnya, Manajemen ASN, Optimalisasi Pendapatan Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Dana Desa (untuk kabupaten/kota).
Sementara itu, Ketua KPK RI, Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri, mengatakan KPK sedikitnya menyusun delapan format berupa atensi KPK dalam pembelanjaan barang dan jasa serta pemulihan ekonomi nasional.
Pertama adalah tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa atau para pihak, tidak memperoleh kickback dan tidak mengandung unsur penyuapan.
Selanjutnya adalah tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan dan tidak mengandung unsur kecurangan dan atau maladministrasi. Atensi selanjutnya adalah tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat serra tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.
“Kalau bapak ibu memegang delapan atensi ini dalam menjalankan tugas, saya jamin tidak akan bermasalah, korupsi tidak akan terjadi,” kata Firli Bahuri.
Firli mengajak gubernur dan bupati beserta seluruh wali kota untuk bersama-sama mengikrarkan tidak korupsi. “Jadilah gubernur yang baik, jadilah bupati dan wali kita yang baik. jadilah anak bangsa yang baik,” kata Firli Bahuri.
Selanjutnya, Firli mengatakan bahwa pemerintah pusat memberikan perhatian yang sangat besar kepada Aceh. Di mana, pemerintah bukan hanya mengalokasikan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)tapi juga Dana Otonomi Khusus (Otsus).
“Uang Otsus Rp 8 triliun itu setiap tahun diberikan pemerintah pusat. Uang itu perlu dipertanggungjawabkan kepada rakyat, jangan sampai uang Otsus yang begitu besar tapi rakyat tidak mendapat manfaatnya,” kata Firli seraya berpesan, tolong Pak Gubernur, saya titip betul amanah itu, tegasnya.
Firli juga menyebutkan, ada tujuh indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat. Pertama adalah penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran.
Selanjutnya adalah berkurangnya angka kematian ibu dan bayi. Indikator ke lima adalah bagaimana indeks pembangunan manusia, pendapatan per kapita dan angka genio ratio