Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menagih penyusunan dan penerapan peraturan implementasi pendidikan antikorupsi di Aceh.
Hal ini disampaikan Direktur Jejaring Pendidikan Aida Ratna Zulaiha dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Peraturan Implementasi Pendidikan Antikorupsi bagi seluruh Jejaring Pendidikan di wilayah Aceh.
KPK mencatat, dari 16 kabupaten dan kota di wilayah Aceh, baru tersusun 8 Peraturan Kepala Daerah termasuk 1 Peraturan Gubernur tentang implementasi pendidikan antikorupsi.
“Kami datang ke sini salah satunya untuk menagih penerbitan dan penerapannya bagi daerah yang telah menerbitkan peraturan implementasi pendidikan antikorupsi,” ujar Aida.
Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Dinas Pendidikan Provinsi Aceh ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Aceh Alhudri, Kepala Kanwil Kementerian Agama wilayah Aceh Iqbal Muhammad, Kepala BPSDM Syaridin, Asisten 1 Sekretaris Daerah Jafar, serta seluruh pemangku kepentingan jejaring pendidikan dari seluruh kabupaten dan kota wilayah Provinsi Aceh.
Aida menuturkan lebih lanjut bahwa implementasi pendidikan antikorupsi tidak harus sebagai mata pelajaran khusus, namun dapat juga dimasukkan dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti PPKN, Agama, maupun muatan Lokal.
Korupsi, sambung Aida, mempunyai dampak yang luas bagi masyarakat sehingga pemberantasannya pun perlu dilakukan melalui multi-cara dan multi-strategi. Berdasarkan amanah UU Nomor 19 tahun 2019, KPK menerapkan tiga strategi pemberantasan korupsi, yakni penindakan, pencegahan, dan pendidikan antikorupsi.
Dalam pelaksanaannya, sebut Aida, KPK menerapkan strategi pemberantasan korupsi komprehensif, yaitu mengintegrasikan antar-fungsi penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Pertama, lanjutnya, strategi penindakan yang merupakan langkah represif dalam rangka penegakan hukum bermanfaat memberikan efek jera bagi pelakukanya. Di mana dampak dari strategi ini dapat kita rasakan dalam jangka pendek. Kedua, strategi pencegahan yang merupakan upaya preventif melalui perbaikan sistem, akan membuat seseorang tidak dapat lagi melakukan korupsi. Di mana dampak dari strategi kedua ini dapat dirasakan dalam jangka menengah. Kemudian strategi ketiga, yaitu edukasi dan kampanye.
“Strategi ini dilakukan terhadap individu perorangan dengan membangun nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan yang dilakukannya secara terus-menerus,” urai Aida.
Tujuan strategi ini, menurut Aida, untuk menanamkan nilai-nilai baik sehingga seseorang tidak ingin lagi melakukan korupsi. Namun, memang diakuinya, hasilnya baru bisa dilihat dalam jangka panjang.
Sementara itu, Asisten 1 Sekretaris Daerah Jafar, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemerintah daerah dalam melaksanakan suatu kegiatan harus berdasarkan pada peraturan perundangan-undangan. Sehingga sukses tidaknya suatu program, katanya, sangat bergantung pada lengkap-tidaknya, baik-buruknya perundang-undangan yang mengatur. Selanjutnya, lanjut Jafar, baru melihat bagaimana implementasinya oleh lembaga yang berwenang.
“Oleh karenanya evaluasi atas implementasi peraturan dalam konteks pendidikan antikorupsi oleh KPK ini sangat penting,” kata Jafar.
KPK memandang keberhasilan pemberantasan korupsi membutuhkan peran serta semua elemen masyarakat. Dengan kata lain, tujuan untuk mengurangi korupsi akan lebih sulit dicapai apabila strategi pemberantasan korupsi hanya dilakukan secara parsial.
“Tata kelola dan insersi pendidikan antikorupsi harus dilakukan secara beriring. KPK sudah siapkan dan akan segera serahkan materi-materi bahan ajar antikorupsi kepada Kementerian Pendidikan,” pungkas Aida.