Wacana revisi UU Pemilu sempat bergulir menjadi polemik ketika sejumlah fraksi di DPR RI mencoba mengangkat isu ini untuk dibahas.
Isu revisi UU Pemilu kemudian berkembang sampai kepada pembahasan terkait pilkada serentak.
Seperti diketahui, setidaknya ada 24 provinsi, 191 kabupaten dan 57 kota di seluruh Indonesia yang akan melaksanakan pilkada pada tahun 2024 jika UU Pemilu tidak direvisi.
Namun akhirnya, wacana revisi UU Pemilu menjadi redup seiring berubahnya peta politik di Senayan. Seperti partai Nasdem yang awalnya secara gencar menyuarakan revisi UU Pemilu, namun beberapa waktu kemudian berubah sikap.
Pemerintahan Jokowi sendiri dan sejumlah partai koalisi dari awal bergulirnya isu ini tetap kukuh, memastikan tak berniat merevisi UU Pemilu dan Pilkada.
Namun demikian, UU Pemilu masih menjadi topik perbicangan hangat di Aceh. Jika merujuk kepada UU Pemilu maka provinsi Aceh dan seluruh kabupaten/kota di Aceh dipastikan harus melaksanakan pilkada secara serentak pada tahun 2024.
Isu ini kemudian bergulir hangat manakala beberapa partai politik di Aceh menegaskan bahwa pelaksanaan pilkada di Aceh tidak merujuk kepada UU Pemilu. Karena kekhususannya pilkada di Aceh telah diatur melalui UUPA Nomor 11 Tahun 2006.
KIP Aceh dan KIP Kabupaten/kota se-Aceh kemudian menetapkan bahwa tahapan pilkada Aceh akan digelar pada tahun 2022.
Namun setelah penetapan tersebut, KIP Aceh kembali mengeluarkan pernyataan bahwa pelaksanaan pilkada Aceh tahun 2022 beresiko gagal.
Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan penyediaan anggaran yang seharusnya dipersiapkan oleh Pemerintah Aceh dan DPRA.
Ketua KIP Aceh, Samsul Bahri, dalam berbagai kesempatannya menjelaskan bahwa pilkada Aceh bisa gagal jika anggaran untuk memulai tahapan pilkada tidak ada.
Hal ini menjadi ganjil, sebab bukankah anggaran untuk tahapan pelaksanaan pilkada yang dimulai tahun 2021 sudah dibahas dan disahkan tahun 2020.
Dalam wawancara dengan Kantor Berita Radio Antero pada tanggal 8 Maret 2021, Samsul Bahri, berupaya menjelaskan berbagai hal dibalik tidak tersedianya anggaran untuk pilkada Aceh tahun 2022.
Berikut kutipan wawancara Reporter Kantor Berita Radio Antero Jay Musta dengan Ketua KIP Aceh Samsul Bahri;
Apa penyebab anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Aceh belum ada kejelasan hingga sekarang ?
Kita tidak tahu, karena sebagaimana Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 bahwa tugas KIP Aceh hanyalah sebagai pelaksana pilkada. Kemudian, tugas pemerintah, terutama anggaran untuk Pilkada Gubernur – Wakil Gubernur wajib disediakan oleh pemerintah Aceh, Bupati – Wakil Bupati / Wali Kota – Wakil Walikota disediakan dari APBD masing-masing daerah.
Namun sampai hari ini kita belum menerima satu surat pun dari pemerintah Aceh untuk membahas anggaran Pilkada tersebut padahal perencanaan anggaran sudah kita serahkan jauh-jauh hari, yaitu pada bulan Mei tahun 2020. Namun kita tidak tahu apa penyebabnya. Sampai hari ini anggaran itu belum dibahas.
Apakah belum jelasnya anggaran ini karena Pemerintah Aceh dan DPRA masih ragu soal apakah pelaksanaan pilkada Aceh akan dilaksanakan tahun 2022?
Nah, kalau itu saya tidak bisa jawab ya. Kalau dikatakan ada keraguan, di setiap Rakor, beberapa kali Rakor mereka sudah sepakat. Terakhir kemarin pada tanggal 9 Januari, kalau tidak salah tanggal, KIP Aceh, Pemerintah Aceh, DPRA, DPRK Kabupaten/Kota semua sudah sepakat bahwa Pilkada Aceh akan dilaksanakan tahun 2022. Kita sudah minta Gubernur Aceh untuk melakukan Rapat Forum Kordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh, namun sampai saat ini juga tidak dilakukan.
Jadi, apakah KIP melihat bahwa Pemerintah Aceh sudah serius dalam hal ini ?
Itu yang saya lihat belum. Mungkin hanya di mulut ya, kita sepakat Pilkada Aceh dilaksanakan tahun 2022, tapi saya lihat tidak ada yang bekerja maksimal untuk mewujudkannya.
Sebetulnya berapa anggaran yang dibutuhkan jika pilkada Aceh dilaksanakan tahun 2022?
Di tahun 2022 kita proyeksikan sekitar 214 Miliyar. Tahun 2021 mungkin sekitar 100 Miliyar. Oleh karena itu, kita berharap Pemerintah Aceh memanggil KIP untuk membahas kebutuhan anggaran.
Akibat dari ketidakjelasan penganggaran ini apa? Dan jika Pemerintah Aceh sudah terlanjur menghibahkan anggaran untuk KIP tetapi kemudian diputuskan bahwa Pilkada Aceh juga dilaksanakan pada tahun 2024, bagaimana ?
Kalau Pilkada tidak ada, tentu saja kita tidak bisa menggunakan anggaran tersebut. Tetapi seharusnya untuk tahapan pelaksanaan pilkada sudah dianggarkan terlebih dahulu. Kalau ternyata diputuskan bahwa Pilkada Aceh diselenggarakan pada tahun 2022, tetapi anggaran tidak ada, bagaimana? Makanya kita melaksanakan tahapan berdasarkan Undang-Undang. Undang-Undang sudah jelas, tidak ada celah untuk Pilkada Aceh tahun 2022.
Hari ini yang dibutuhkan adalah komitmen Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. Silakan disesuaikan dengan Permendagri. Pemerintah Aceh silakan membangun kordinasi dengan pihak terkait agar Pilkada itu bisa dilaksanakan. Sebenarnya itu yang diminta oleh Mendagri.
Bagaimana KIP Aceh merespon surat yang dikeluarkan oleh KPU yang meminta agar KIP menghentikan semua tahapan pelaksanaan pilkada 2022?
Kita sudah jelaskan di beberapa media. Tanpa disurati oleh KPU pun kami tidak bisa menjalankan tahapan, sebab tidak tersedianya anggaran. Walaupun KIP sudah menetapkan tahapan jika anggarannya tidak ada, KIP tetap tidak bisa menjalankan tahapan tersebut.
Nah, dengan surat dari KPU tersebut, kami sebenarnya cukup terbantu karena memiliki dasar untuk tidak menjalankan tahapan. Saya pikir tidak ada masalah dengan surat dari KPU itu. Nanti kalau anggaran sudah ada, koordinasi sudah jalan, ya tahapan bisa dijalankan. Kan KPU tidak membatalkan tahapan itu, tetapi meminta agar tahapan pilkada 2022 dihentikan dulu.
Update sementara dari tahapan Pilkada Aceh bagaimana?
Tidak ada. Karena tahapan pertama dimulai dari tahap MPAD pada 1 April. Hari ini sudah tanggal 8 Maret, ya kita tunggu. Waktu masih ada. Kalau itu tidak ada ya otomatis tidak jalan.
Editor: Mila Maisarah