Koordinasi dan konsolidasi Dinas Sosial Aceh dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam upaya pemulangan 51 nelayan Aceh akhirnya membuahkan hasil. Upaya tersebut mulai dijajaki sejak para nelayan itu ditangkap otoritas keamanan laut Thailand, 21 Januari awal tahun kemarin.
Atas upaya dan kerja sama Kementerian Luar Negeri tersebut, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyampaikan terima kasih.
“Pak Gubernur sangat berterimakasih kepada semua kawan-kawan di Kemenlu. Berbagai bantuan Kemenlu sampai menjemput masyarakat kita dari Bangkok sangat dihargai oleh Pak Nova. Kita akan jemput mereka di Jakarta dan akan antar sampai ke rumah,” kata Alhudri saat menghubungi langsung Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha dari Banda Aceh, Selasa 29/09.
Alhudri mengatakan, pemerintah Aceh sangat terbuka dan koperatif dalam mengupayakan lobi-lobi pembebasan puluhan masyarakat yang ditahan di luar negeri itu. Sejak Januari saat mereka ditangkap, berbagai upaya terus dilakukan. Tentu upaya tersebut dilakukan lewat jalur resmi yaitu Kementerian Luar Negeri di Jakarta serta KJRI di Bangkok dan Konsulat Indonesia di Songkhla.
“Mengingat banyak warga kita di luar negeri, kita terus menjaga hubungan baik dengan Kemenlu. Batas kita hanya di Jakarta selanjutnya Kemenlu yang terus membantu kita dengan mengikuti aturan dan prosedur antar-negara,” kata Alhudri.
Secara runut, Alhudri menjelaskan peristiwa penangkapan para nelayan dan berbagai upaya Dinsos serta Kemenlu RI. Pada 21 Januari, KM. Perkasa dan KM. Mahera ditangkap karena dianggap mencuri ikam di Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE) oleh Royal Thai Navy. Terdapat 33 nelayan dalam kedua kapal itu, 3 di antaranya masih di bawah umur. Kapal tersebut lantas ditarik ke Pangkalan Thap Lamu, Provinsi Phang Ngah.
Sepuluh hari berselang, Konsul RI di Songkhla melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Phang Nga. Terus pada 3 Februari Konsul RI melakukan kunjungan ke penjara untuk bertemu dengan para nelayan itu.
Pada 17 Februari, Dinas Sosial Aceh menyurati Konsul RI di Songkhla untuk meminta bantuan penanganan para nelayan itu. Hari berlalu, mereka kemudian disidang dan diputuskan bersalah atas akuan sendiri di Pengadilan Negeri Phang Nga. Pada 16 Maret 2020, Departemen of Correction Thailand mengizinkan perwakilan Tim Konsuler KRI Songkhla untuk bertemu dengan para tahanan tersebut di penjara Phang Nga. Pertemuan dilakukan terbatas di ruang bersekat kaca.
Pada awal Juni 2020, KRI Songkhla mengupayakan pendampingan bagi nelayan itu sehingga diharapkan atas mereka mendapatkan keringanan hukuman. Atas berbagai upaya itu, 6 anak di bawah umur yang masih ditahan di penjara Phang Nga disetujui untuk dipulangkan ke tanah air.
Tepat tanggal 28 Juni 2020, Raja Thailand berulang tahun ke 65. Momen bahagia itu diungkapkan Raja Rama X untuk memberikan ampunan atau amnesti kepada 51 tahanan lain. 21 tahanan sebelumnya memang sudah ditahan di Penjara Phang Nga.
Amnesti itu kemudian ditetapkan melalui keputusan pengadilan pada tanggal 9 September. Berselang hari, KRI Songkhla menyelesaikan dokumen pembebasan dan dokumen kerjakan pemulangan para WNI itu dari Songkhla ke Bangkok. Dari situ, KBRI kemudian melakukan persiapan akhir repatriasi 51 warga Aceh Timur itu sesuai dengan jadwal dari Biro Imigrasi Thailand.
Dalam dokumen resmi tertanggal 25 September 2020 dari Kementerian Luar Negeri yang dikirimkan kepada Plt Gubernur Aceh u.p Dinas Sosial Provinsi Aceh, disebutkan bahwa saat ini kondisi ke-51 nelayan Aceh itu dalam keadaan sehat. Saat ini mereka berada di Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok setelah dipindahkan dari Phang Nga pada 12 September lalu.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha, mengatakan ke 51 masyarakat Aceh Timur tersebut akan diberangkatkan dari Bangkok pada Kamis 1 Oktober dua hari mendatang. Begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta di Tanggerang Banten, petugas Kementerian Luar Negeri akan menyerahkan para nelayan itu kepada perwakilan pemerintah Aceh dan pihak Satgas Covid Nasional untuk diswab sesuai protokol kesehatan covid-19 dan kemudian diantarkan ke Wisma Pademangan.
“Sesuai protokol kesehatan Covid-19, mereka kita swab. Kalau negatif akan dipulangkan, kalau positif dikarantina dulu,” kata Yudha.
Atas nama Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha berterimakasih kepada pemerintah Aceh yang dinilai telah bekerjasama dengan sangat baik.
“Kerja sama tim kita selama ini sangat baik. Mulai dari Bangkok sampai ke Sukarno-Hatta akan kita kawal. Nanti perjalanan ke Aceh akan dilanjutkan oleh pihak pemerintah Aceh,” kata Yudha.
Berikut nama-nama awak kapal yang akan dipulangkan pada 1 Oktober mendatang.
Munir, Endi Mulyadi, Azrizal, Dedi Puruatda, Firmansyah, Muhammad Munir, Musliadi, Rahmad Nanda, Musliadi, Feri Madona, Musliadi, Saleh Saputra, Saifullah, Hamdani, Zulkifli, Jumadi dan Nuroin.
Selanjutnya adalah Basri, Ibrahim, Mawar Effendi, Muhammad Jamlu, Khaironnisa, Ishak, Nurdin Hanafiah, Tarmizi, M. Yunus Budiman, Muhammad Nasir, Junaidi, Muhammad Mirza dan Sayet Khadafi.
Selanjutnya adalah Saidan, Sofian, M. Saidan, Basri, Amat/M. Ramadhan, Jafaruddin, Idris J, Midi Muslim dan M. Nurwandi.
Selanjutnya adalah Muchlis, Khwanuddin, Muhammad Saputra, Safuri, Faisal, Fakhrurrzi, Arun, Zulkifli, Rusli, Raifaksi, Hernanto dan Razali.