Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, menilai Pemerintah Aceh tidak serius berminat mengelola Blok B seperti yang pernah di sampaikan beberapa bulan lalu ke publik.
Hal ini terlihat dari belum adanya penyampaian proposal permohonan dari PT PEMA kepada BPMA tentang program kerja, bentuk kontrak kerja sama, kemampuan teknis dan ekonomis, kemampuan keuangan dan kepemilikan saham, yang seharusnya sesuai jadwal yang di berikan pada 17 september 2020 sudah masuk di BPMA, tapi sampai saat ini proposal tersebut belum di ajukan ke BPMA.
“Kami kami nilai, Pemerintah Aceh tidak serius mengambil alih blok B, kami sudah konfirmasi ke BPMA sampai saat ini belum ada proposal dari PEMA, dan yang katanya akan di ajukan anak perusahaan dari PEMA untuk pengelolaan Blok B ini juga belum ada informasi tentang anak perusahaan ini, kami sudah surati PEMA dan Pemerintah Aceh mempertanyakan nama anak perusahaan dan jajaran direksinya yang akan mengelola Blok B satu bulan lalu melalui Pejabat Pengelola Infoemasi dan Dokumentasi (PPID) masing-masing, tapi sampai sekarang belum ada jawaban baik dari PEMA maupun Sekda Aceh selaku atasan PPID Utama Provinsi Aceh”, ungkap Safar di Banda Aceh, Minggu, (20/9/2020).
YARA juga mendesak DPRA untuk memanggil Plt Gubernur Aceh dan PEMA guna mempertanyakan komitmen untuk pengelolaan Blok B, karena dalam proses ini sangat banyak puluang penyalahgunaan kewenangan yang akhirnya akan merugikan Aceh, dengan adanya pengawasan dari DPRA dan masyarakat dalam proses pengambil alihan Blok B dapat di pantau secara transparan. Sehingga, tujuan awal Pemerintah Aceh untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dari Blok B akan tercapai.
“Kami mendesak DPRA agar memanggil Plt Gubernur dan PEMA untuk mempertanyakan tahapan yang sudah di lalukan oleh Pemerintah Aceh dan PEMA dalam upaya mengambil alih Blok B, kami ingin proses ini mendapat atensi dari DPRA dan masyarakat agar proses ini berjalan secara terbuka dan jujur, sehingga tujuan Aceh untuk mengelola Blok B akan tercapai”, tutup Safar.