Komisi I DPR Aceh mewacanakan hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku pelecehan seksual di provinsi ujung barat Indonesia tersebut.
Ketua Komisi I DPR Aceh Tgk Muhammad Yunus M Yusuf di Banda Aceh, Kamis, hukuman rajam serta hukuman ganda agar pelecehan seksual benar-benar menimbulkan efek jera maupun pembelajaran bagi orang untuk tidak melakukannya.
“Wacana hukuman rajam maupun hukuman ganda bagi pelaku setelah adanya saran dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyusul meningkatnya kasus pelecehan seksual di masyarakat,” kata Tgk Muhammad Yunus M Yusuf.
Tgk Muhammad Yunus M Yusuf mengatakan hukuman pelecehan seksual seperti zina dalam Islam hukumannya bisa mati. Hukuman rajam merupakan hukuman mati dilakukan perlahan-lahan.
Sedangkan untuk hukuman ganda, kata Tgk Muhammad Yunus M Yusuf, pelaku selain dihukum cambuk berdasarkan hukum syariat Islam di Aceh, juga bisa dikenakan hukuman pidana.
Menurut politisi Partai Aceh tersebut, sebelum wacana ini dikembangkan perlu ada kesimpulan bersama para pihak seperti lembaga peradilan di antara pengadilan negeri, mahkamah syariah, kepolisian, Pemerintah Aceh, maupun lainnya.
“Tujuannya bagaimana menguatkan pelaksanaan hukuman syariat Islam di Aceh. Jadi, perlu formulasi bagaimana perbuatan pelecehan seksual tersebut mendapatkan hukuman setimpal,” kata Tgk Muhammad Yunus M Yusuf.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menyatakan tren pelecehan seksual mendominasi kasus kekerasan perempuan dan anak di Aceh sepanjang 2020.
Kepala Divisi Advokasi Kampanye KontraS Aceh Azharul Husna menyebutkan ada 379 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Sebanyak 179 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 200 kasus kekerasan anak.
“Pelaku lebih banyak dihukum cambuk, bukan dipenjara. Setelah dihukum cambuk, pelaku kembali ke masyarakat dan berpeluang bertemu dengan korban. Dan ini akan menyebabkan persoalan mental bagi korban,” kata Azharul Husna. Antara