Penyebaran informasi bohong atau hoaks acap terjadi di era teknologi informasi saat ini. Penyebarannya menyasar berbagai kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, pengembangan literasi dianggap menjadi kunci untuk menangkal penyebaran hoaks dalam masyarakat.
“Budaya literasi penting untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana yang salah, “kata Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, saat menjadi salah satu pemateri dalam webinar bertema “Beduk Literasi dari Aceh” yang digelar oleh Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM), Sabtu, (22/8/2020).
Webinar tersebut juga diisi oleh Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Bachtiar Aly dan sejumlah pegiat literasi di Aceh.
Dyah mengatakan, jika seseorang memiliki minat literasi yang tinggi, maka ia akan cenderung melakukan verifikasi kembali terhadap informasi yang diterima. Maka potensi termakan akan berita hoaks akan lebih minim.
Dyah menuturkan, salah satu efek buruk dari terpaparnya hoaks adalah dapat memicu ujaran kebencian dengan mudah. Hingga menyebabkan kegaduhan dan konflik dalam masyarakat.
“Kalau masyarakat yang melek literasi, maka mereka bisa melakukan perbandingan informasi. Sehingga tidak mudah termakan hoaks, ” kata Dyah.
Berdasarkan survey Dinas Arsip dan Perpustakaan Aceh, kata Dyah, hanya 11 persen masyarakat Aceh yang memiliki minat tinggi terhadap literasi. Survey tersebut, kata dia, membuktikan bahwa budaya literasi masyarakat masih minim.
Dalam kesempatan itu, Dyah mengajak semua pihak, mulai dari tenaga pendidikan, orang tua, pemuka agama dan berbagai elemen lainnya untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Aceh meningkatkan budaya literasi masyarakat.
“Mimpi mewujudkan Aceh carong sulit dicapai, jika minat literasi masih rendah. Ini menjadi PR bagi kita semua untuk menyadarkan pentingnya pengembangan literasi bagi semua orang, ” ujar Dyah.