Penyelesaian persoalan Aceh pasca konflik membutuhkan politicall will dan good will pemerintah.
Presiden sebagai pelaksana negara perlu memikirkn langkah-langkah lebih lanjut yang terukur dalam penyelesaian Aceh pasca konflik.
Demikian disampaikan Suadi Sulaiman (Adi Laweung), Juru Bicara DPA Partai Aceh 2013-2018.
Menurut Wakil Ketua Komisi DPRK Pidie 2009-2014 itu, Penanganan pasca tsunami oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) menjadi contoh kongkrit bagi presiden dalam menyelesaikan persoalan-persoalan Aceh.
Dulu, lanjut Adi, BRR selesai menjalankan mandatnya dalam kurun waktu lima tahun dengan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan. Demikian juga hal-hal yang berkaitan dengan perdamaian Aceh harus menjadi fokus penyelesaian yang terukur dan kado akhir masa priode kedua Presiden Joko Widodo nantinya bagi masyarakat Aceh, sehingga tidak lagi menjadi “pekerjaan rumah” bagi pemerintah berikutnya.
Apalagi kata dia beberapa bulan lalu pun telah berlangsung pertemuan khusus antara Presiden Jokowi dengan Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar yang didampingi langsung oleh Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Muzakir Manaf di Jakarta.
Pertemuan tersebut bagian dari upaya penyelesaian masalah Aceh yang sampai hari ini masih adanya kendala-kendala tertentu, pertemuan itu juga telah menemukan jalan tengah dalam penyelesaian persoalan Aceh yang tertunda.
Salah satu point, Presiden Jokowi telah menunjukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko untuk menangani langsung persoalan tersebut, seperti persoalan bendera, klausul tentang reintegrasi, tapal batas, kekuasaan dan wewenang serta hal-hal lain yang masih menjadi polemik belakangan ini, tentunya semua isi kandungan dan substansi dari MoU Helsinki itu secara keseluruhan.
“Maka, dalam hal ini saya pikir bahwa, pembentukan lembaga khusus melalui keputusan presiden menjadi salah satu langkah strategis bagi penyelesaian Aceh pasca konflik dengan rencana kerja dan masa kerja tertentu,” Tambah Adi Laweung.
Kendatipun menurutnya secara waktu telah termaksud sedikit terlambat, namun tentu tetap menjadi tanggungjawab pemerintah yang harus segera dituntaskan dan tidak menjadi polemik yang berkepanjangan.