Pemerintah Aceh menggelar touring dengan motor gede (Moge) untuk memperingati Hari Damai Aceh. Tour yang menghabiskan anggaran ratusan juta itu mendapat sorotan dari berbagai LSM hingga DPR Aceh.
Tour Moge digelar Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dengan bekerja sama dengan Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) selama tiga hari yaitu 12-14 Agustus. Peserta touring melintasi sepuluh kabupaten/kota di Aceh mulai dari Banda Aceh hingga ke Aceh Tamiang.
Anggota DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky, mengatakan, ‘Tour Moge’ yang digelar BRA dapat melukai hati masyarakat Aceh serta korban konflik. Dia menilai kegiatan tersebut tidak mempunyai manfaat bagi masyarakat.
Tour moge itu dapat melukai hati korban konflik Aceh. Ini sangat menyayat hati para mantan kombatan,” kata Iskandar saat dimintai konfirmasi, Rabu (12/8/2020).
Iskandar menyebutkan, Hari Damai Aceh seharusnya diperingati dengan dengan lebih arif dan bijaksana. Dia menilai kegiatan touring dapat melukai hati korban konflik yang belum mendapat keadilan.
“Saat ini banyak korban konflik yang belum dipenuhi haknya. Banyak kombatan yang hidup di bawah kemiskinan. Ini sebetulnya yang perlu dilakukan sehingga ke depan ada upaya untuk berbuat lebih baik,” jelas Iskandar.
Divisi Advokasi dan Kampanye Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, mengatakan, kegiatan touring yang melintasi jalur utara Aceh itu menghabiskan anggaran senilai Rp 305 juta yang bersumber dari dana refocusing APBA. Dia menilai anggaran refocusing seharusnya digunakan untuk menangani pandemi COVID-19 di Aceh.
“Angka pandemi di Aceh kian meningkat, di tengah kondisi fasilitas kesehatan yang semakin buruk karena pandemi, bisa dibayangkan anggarannya itu malah digunakan untuk pergi touring,” kata Husna.
KontraS menilai kegiatan touring tersebut tidak punya relevansi dengan perdamaian Aceh yang masih menyisakan banyak persoalan hingga saat ini. Menurut Husna, touring tersebut sama sekali tidak sensitif terhadap kondisi psikologis masyarakat hari ini.
“(Touring ini) sama sekali tidak bermanfaat, di sisi lain, perdamaian Aceh perlu menjadi refleksi kita bersama terkait banyak persoalan yang belum tertangani pasca konflik. Kegiatan jalan-jalan itu sangat tidak sensitif terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat korban pelanggaran HAM di Aceh,” jelas Husna.
Berdasarkan kajian KontraS Aceh, katanya, selama 15 tahun perdamaian Aceh masih banyak persoalan yang belum tuntas. Pemenuhan hak korban konflik, pemulihan fisik dan psikis korban serta pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi pasca konflik yang masih harus menempuh jalan panjang.
“BRA harusnya bisa melihat hal ini dan bukan malah meloloskan kegiatan yang tidak ada manfaatnya untuk korban konflik, merekalah yang paling terdampak dan membutuhkan perhatian, bukan hanya acara-acara simbolis yang digelar setiap tahun oleh para elit di pemerintahan,” ujarnya.
detikcom sudah mencoba mengkonfirmasi soal Tour Moge ini ke Karo Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Aceh, Muhammad Iswanto. Namun hingga kini belum ada jawaban. Detik