Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengirimkan surat protes kepada perusahaan Google Indonesia terkait keberadaan aplikasi “Kitab Suci Aceh” di Google Play Store yang dinilai sangat provokatif dan telah meresahkan masyarakat Aceh.
Melalui surat bertanggal 30 Mei 2020, Nova Iriansyah menyampaikan keberatan dan protes keras kepada Managing Director PT Google, Pacific Century Place Tower Level 45 SCBD Lot 10 di Jl. Jend. Sudirman No.52-53, RT.5/RW.3, Senayan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190.
“Sehubungan dengan munculnya aplikasi “Kitab Suci Aceh” di Google Play Store yang dipelopori oleh Organisasi Kitab Suci Nusantara (kitabsucinusantara.org), kami berpendapat bahwa Google telah keliru dalam menerapkan prinsip General Code of Conduct-nya yaitu “Don’t Be Evil” dan aturan-aturan yang tertuang dalam Developer Distribution Agreement-nya yang sangat menjunjung tinggi Local Law (hukum local),” ujar Nova dalam suratnya.
“Karena itu, kami atas nama Pemerintah dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut,” lanjut Nova.
Adapun poin-poin keberatan yang disampaikan Nova yaitu penamaan aplikasi yang tidak lazim secara bahasa karena nama “Kitab Suci Aceh” menunjukkan bahwa kitab suci tersebut hanya milik masyarakat Aceh, padahal lazimnya sebuah kitab suci adalah milik umat beragama tanpa batas teritorial, sehingga nama aplikasi seolah-olah menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Aceh adalah penganut kitab suci yang ada dalam aplikasi tersebut.
“Padahal kitab suci mayoritas masyarakat Aceh adalah Al-Quran,” kata Nova.
Selanjutnya, peluncuran aplikasi tersebut dinilai sangat provokatif karena semua penutur Bahasa Aceh di Aceh beragama Islam.
Oleh karena itu aplikasi Kitab Suci berbahasa Aceh selain Al-Quran pada Google Play Store dapat dipahami sebagai upaya mendiskreditkan Aceh, pendangkalan aqidah dan penyebaran agama selain Islam kepada masyarakat Aceh.
Hal tersebut, kata Nova, bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 21 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah, serta Pasal 3 dan 6 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.
Selain itu, aplikasi tersebut telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Aceh yang berdampak kepada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan dapat menimbulkan konflik horizontal (chaos).
“Munculnya aplikasi ini telah menuai berbagai bentuk protes di kalangan masyarakat dan media social, baik secara pribadi maupun kelembagaan yang dapat mengancam kerukunan umat beragama (a threat to religious harmony) di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi surat Nova.
Berkenaan dengan hal di atas, Nova Iriansyah atas nama pemerintah dan masyarakat Aceh minta kepada pihak Google untuk segera menutup aplikasi tersebut secara permanen.
Surat tersebut juga ditembusi kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; Menteri Agama Republik Indonesia di Jakarta; Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;Wali Nanggroe Aceh; Ketua DPR Aceh; Pangdam Iskandar Muda;Kapolda Aceh; Kajati Aceh dan Ketua MPU Aceh.