Menanggapi penarikan peralatan dari Trans Continent dari KIA Ladong, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek menjelaskan, bahwa TC baru sekedar memakai gratis tanah KIA Ladong dan fasiltas yang ada serta sudah menempatkan peralatannya.
Namun kata dia belum ada perjanjian Bussines to Bussines (B to B) antara PT Pema dengan TC sehelaipun, walaupun selama ini PT Pema berusaha memenuhi permintaan isi surat dari PT TC.
Pemerintah Aceh, kata Dadek, perlu menjelaskan hal yang sebenarnya, terutama kronologis kerjasama tersebut. Pertama berdasarkan surat dari PT Trans Contionent tanggal 28 Desember 2018 yang menyatakan bahwa setelah mengikuti lauching KIA Ladong oleh Bapak Plt Gubernur menyatakan bahwa perusahaan tersebut sangat berkeinginan untuk melaksanakan investasi berupa Membuat Pusat Logistik Berikat (PLB).
Selanjutnya, surat tersebut langsung dijawab oleh Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh pada tanggal 20 Desember 2018 dimana pihak PT PDPA pada hari yang sama dengan isi mengharapkan kerjasama bisnis dengan Trans Continent dalam kerjasama sama bisnis Pusat Logistik Berikat (PLB) di Kawasan Industri Ladong dan meminta membahas rencana bisnis yang ada.
“Sebulan yang lalu, PT Trans Continent langsung membawa beberapa peralatan yang ditempatkan di KIA Ladong, padahal perjanjian antara PT Pema dengan PT Trans Continent belum ada alias masih dalam penjajakan. Seharusnya, sebelum PT Trans Continent membawa alatnya ke KIA Ladong, harus didahului dengan adanya perjanjian B To B dengan PT Pema, ini adalah prinsip investasi yang profesional,” kata Dadek.
Dadek menambahkan, pihak Trans Continent sendiri sudah mengetahui bahwa perlu dana hampir Rp50 miliar untuk melengkapi kebutuhan pagar keliling, lampu jalan satu kompleks, drainase dan jalan aspal, yang membutuhkan penempatan dalam anggaran APBA tahun 2021. Sedangkan permintaan tersebut baru resmi dilayangkan pada akhir tahun 2019 dan awal 2020. Saat peemintaan tersebut dilayangkan, DPA SKPA 2020 sudah sah menjadi APBA 2020.
“Butuh waktu untuk pemenuhannya walaupun PT Pema berusaha untuk mengambil kredit ke PT Bank Aceh Syari’ah, tetapi tidak masuk dalam hitungan Bisnis BAS dan bahkan menggunakan hasil usaha yang selama ini ada di PT Pema,” ujar Dadek yang juga menjabat sebagai komisaris pada PT tersebut.
Dadek bahkan menganalogikan permintaan pembuatan fasilitas pagar keliling dan fasilitas pendukung lainnya di KIA Ladong pada tahun anggaran 2020 adalah hal yang mustahil. PT Pema justru seperti dipaksa membangun Candi Roro Jongrang dalam semalam. Sementara dalam sistem penganggaran di pemerintahan memiliki mekanisme tersendiri.
“Karena tidak ada perjanjian bisnis tersebut, maka Ismail Rasyid bebas untuk memasukan peralatan mobilenya ke KIA Ladong dan juga memindahkannya karena memang tidak ada perjanjian investasi antara KIA Ladong dan PT Pema,” kata Dadek
Ahmad Dadek menambahkan, upaya untuk memenuhi permintaan seperti pagar keliling dan fasilitas lainnya di KIA Ladong pada tahun 2021, adalah bentuk komitmen Pemerintah Aceh kepada investor, meskipun Trans Continent hanya memakai 10 persen lahan di KIA Ladong, namun PT Pema berusaha memenuhi dan melengkapi sebagaimana surat terlampir.
“Karena sudah tidak bisa lagi diusulkan di tahun anggaran 2020, maka kita usulkan di tahun 2021. Begitulah komitmen Pemerintah Aceh lewat PT Pema untuk para calon investor di KIA Ladong. Kita tetap menghormati para investor walaupun belum jelas tertulis hak dan kewajiban masing masing pihak dan tahapan investasi belum dimulai,” sambung Dadek.
Intinya, sambung Dadek, kami ingin memberitahukan bahwa penempatan peralatan oleh PT Trans Contonent apalagi semua peralatan adalah bersifat mobile dilakukan sebelum adanya perjanjian bisnis yang menempatkan syarat-syarat kerja sebagai sebuah investasi.
“Jadi, penempatan peralatan oleh PT Trans Continent itu dilakukan sebelum ada perjanjian dengan KIA Ladong dalam hal ini PT Pema, ini menandakan kedua pihak tidak menjalankan prinsip investasi sesuai dengan kaidah bisnis selama ini,” imbuh Dadek.
Mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh itu bahkan mengibaratkan, apa yang dilakukan PT Trans Continent di KIA Ladong, seperti penyewa rumah yang langsung masuk tanpa ada perjanjian tertulis tapi pemilik sewa tetap melayani penyewa walaupun gratis.
“Tanah KIA Ladong bukan diperuntukkan pada satu pemakai, tetapi banyak tenant atau penyewa bisa memanfaatkan kawasan tersebut,” ujar Dadek tegas.
Dadek juga mengaku tidak dapat memahami maksud dan tujuan Ismail Rasyid selaku pimpinan PT TC. Beberapa waktu lalu, kata Dadek, saat ikut fit dan proper test Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) di penghujung proses Ismail Rasyid justru mundur.
“Saya tidak paham mengapa Pak Ismail ikut tes Kepala BPKS, padahal dirinya adalah CEO perusahaan besar. Kemudian mundur tiba-tiba di penghujung proses. Sekarang, Pak Ismail menempatkan alatnya di KIA Ladong sebelum ada perjanjian hitam diatas putih dan tiba-tiba menarik kembali alat-alatnya. Apakah ada sesuatu di balik ini semua, saya juga tidak tahu,” ujar Dadek.
Dadek mengakui, sejak dua bulan lalu, dirinya sudah melihat ada gelagat tidak baik, tepatnya sejak rapat pertama antara dirinya selaku Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan dengan Ismail Rasyid.
“Oleh karena itu, pada rapat tersebut saya tegaskan kepada Pak Ismail Rasyid, terkait komitmen PT TC di KIA Ladong jika PT Pema berusaha memenuhi keinginannya. Saat itu Pak Ismail Rasyid tidak menjawab, hanya mengatakan akan menandatangani perjanjian setelah PT Pema memenuhi komitmennya. Tapi anehnya, peralatan PT TC dibawa masuk ke KIA Ladong,” papar Ahmad Dadek.