Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Mungkin kalimat itu merupakan pertanyaan yang sangat sederhana, namun memiliki makna yang sangat besar. Mengeluh sepanjang hari tentang kenyataan pahit yang kita hadapi saat ini karena pandemi Covid-19 tidak akan mengubah keadaan. Covid-19 telah menyebar hampir di seluruh negara termasuk Indonesia. Hingga hari ini banyak dari kita yang terus dihantui ketakutan dan kekhawatiran akan peningkatan orang-orang yang telah terinfeksi dan meninggal diseluruh dunia. Mengeluh mungkin menjadi sifat manusia, namun untuk saat ini berpikir realistis adalah jalan yang harus di tempuh.
Virus ini masih di depan mata kita dan kita harus terus menetap dirumah sampai waktu yang belum bisa dipastikan dengan tujuan semoga dapat memutuskan rantai penyebaran virus tersebut. Jadi, daripada mengeluh sepanjang waktu yang tidak akan mengubah apapun, cobalah untuk menerima dan bersyukur akan keadaan saat ini. Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah : 286 yang artinya :“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapatkan (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya…”
Namun banyak dari kita yang masih mengatakan, di kondisi yang sulit seperti ini apa yang harus disyukuri? Saat kehidupan berubah akibat pandemi kita malah cenderung mengisi energi negatif ke dalam diri kita, padahal bukankah selalu ada sisi baik dari apa yang terjadi dalam keadaan apapun apabila kita bersyukur? Jika sebelumnya kita kerap kali melupakan hal kecil dalam hidup kita dan terkadang merasa sangat bangga dan larut dalam pujian dengan pencapaian besar yang kita dapatkan. Bukankah sekarang waktunya untuk kita kembali melihat ke belakang bahwa hal kecil juga memiliki arti dalam hidup.
Sejak pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia, masyarakat banyak yang sedih dan kehilangan mata pencaharian. Pusat perbelanjaan ditutup, mulai diberlakukan physical distancing, dan perekonomian mulai menurun. Umat islam disarankan untuk tidak shalat berjamaah di mesjid, tidak boleh mengunjungi sanak saudara dan kerabat sehingga hal ini memunculkan kesedihan karena tidak bisa berkumpul dengan keluarga, hal ini diberlakukan dengan tujuan agar dapat memutuskan penyebaran virus Covid-19.
Namun sebagai umat muslim hendaknya jangan terlalu lama larut dalam kesedihan menghadapi pandemi virus Covid-19. Ingatlah nasihat Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang mengatakan “Jangan biarkan hatimu berlarut-larut dalam kesedihan atas masa lalu, atau itu akan membuatmu tidak akan pernah siap untuk menghadapi apa yang akan terjadi”. Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadist Indonesia Ustadz Fauzan Amin mengatakan kunci untuk menghilangkan kesedihan adalah dengan bersyukur. “Cara mudah mengajari hati agar bersyukur adalah dengan cara melihat orang yang levelnya berada dibawah kita,” terang Ustadz Fauzan Amin ketika dihubungi Okezone pada Selasa (7/4/2020) (Okezone.com).
Kita dapat mengatur fokus kita untuk melihat bahwa dalam situasi seperti sekarang ini banyak sisi positif yang dapat kita petik karena hadirnya virus Covid-19. Kita mulai merubah pola kebiasaan dan perilaku dengan lebih mementingkan kesehatan dan kebersihan. Seperti sekarang kita menjadi lebih sering mencuci tangan pakai sabun, memperhatikan kebersihan sekitar, makan makanan yang dimasak dan mengurangi mengkonsumsi makanan siap saji dan rutin berolahraga untuk meningkatkan stamina tubuh.
Lalu hal baik apa yang dapat kita lihat dengan diterapkannya phsycal distancing yang mengharuskan kita untuk jaga jarak? Diberlakukannya phsycal distancing kita diingatkan bahwa pentingnya untuk peduli dan menjaga sesama. Kita tidak tau penyakit apa yang kita bawa dan mungkin bisa menularkannya ke orang lain sehingga jaga jarak dapat meminimalkan kita dan orang lain untuk tertular penyakit. Hadirnya virus ini mengingatkan kita bahwa seluruh umat manusia memiliki hidup yang saling berhubungan dan betapa berharganya kita satu sama lain.
Munculnya pandemi ini bukankah memberikan dampak baik bagi masyarakat? Dimana masyarakat mulai bersatu bahu-membahu untuk membantu sesama. Seperti membantu tetangga dengan sedikit rezeki yang kita punya dengan memberikan bantuan seperti kebutuhan pokok. Kita ikut berempati dengan memberikan bantuan semampu kita dengan harapan semoga hal itu dapat meringankan sedikit beban mereka. Apapun bentuk pemberiannya dengan kepedulian dan ketulusan serta rasa ikhlas bukankah hal itu membuat kita bersyukur bahwa Allah masih mengizinkan kita untuk dapat merasakan nikmat indahnya berbagi.
Satu hal positif yang paling dirasakan oleh seluruh masyarakat akibat adanya pandemi ini yaitu memiliki lebih banyak waktu untuk dapat berkumpul dan bersenda gurau dengan keluarga. Waktu yang kita habiskan dirumah sebagai upaya pencegahan virus Covid-19 dapat menjadi momentum yang paling berharga untuk kembali mempererat tali kasih antar orang tersayang yang mungkin dulu sempat hilang karena kesibukan masing-masing. Bagi mereka yang mungkin belum bisa untuk berkumpul dengan keluarga pada saat ini dapat saling berkomunikasi dan bertukar kabar melalui via daring. Dan senantiasa berdoa semoga pandemi ini segera hilang sehingga dapat kembali berkumpul dengan keluarga.
Di Indonesia sendiri sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengharuskan masyarakatnya untuk beraktivitas dari dalam rumah. Dengan menurunnya aktivitas diluar rumah, sehingga memberikan waktu untuk bumi “bernafas” agar dapat memulihkan dirinya. Situasi yang terjadi saat ini memberikan kita banyak pembelajaran untuk tidak menjadi manusia yang serakah dan lebih baik lagi dalam menjaga bumi. Bukankah alam menyediakan semua yang kita butuhkan? Lalu apa yang bisa kita berikan untuk alam? Sekarang dalam situasi ini alam memberikan kita udara bersih untuk kita hirup setiap harinya. Kondisi bumi yang sedang memulihkan dirinya seharusnya dapat membuat kita sadar semoga apabila nantinya pandemi ini berakhir kita dapat lebih baik menjaga dan merawat bumi
Dalam Q.S Ar-Rahman Allah berfirman yang artinya : “ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. Ayat ini Allah ulang sebanyak 31 kali. Bukankah ini lagi-lagi menjadi tamparan keras bagi kita umat manusia? Bahwa sampai hari ini Allah masih mengizikan kita untuk tinggal di buminya dan dapat menghirup udaranya dengan gratis. Mari kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat rezeki yang masih Allah limpahkan. Dan jangan pernah berhenti berdoa semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya dan semoga pandemi ini segera berakhir.
Sudahkah kita bersyukur hari ini?
(Penulis Ainayavia Almaida, Mahasiswa Fakultas Psikologi Uin Ar-Raniry Banda Aceh)