Aceh Pusat Peradaban Islam Terawal di Asia Tenggara, Bukan Barus

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengatakan Aceh sebagai pusat peradaban Islam tertua di Asia Tenggara dapat dibuktikan secara akademis.

Bahkan banyak bukti sejarah dapat dibuktikan seperti adanya kesultanan Aceh, naskah kono, benda-benda peninggalan sejarah dan lahirnya ulama-ulama besar dari Aceh.

“Barus titik nol pusat beradaban Islam adalah peryataan politis, bukan peryataan secara akademik. Seperti yang saya katakan, sejarah itu ditulis atau diteliti untuk beberapa kepentingan, salah satunya kepentingan politis. Secara akademis, peryataan Barus adalah titik nol belum bisa dibuktikan,” katanya dalam seminar nasional yang mengangkat tema, Aceh pusat peradaban Islam terawal di Asia Tenggara.

Seminar yang berlangsung di Gedung Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Senin (17 /2), merupakan rangkaian kegiatan Kenduri Kebangsaan 2020 yang akan berlangsung pada 22 Februari mendatang di Kabupaten Bireuen.

Kenduri Kebangsaan juga akan dihadiri Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah menteri kabinetnya. Seminar ini juga isi oleh Arkeolog independen dan peneliti situs-situs sejarah di Sumatera E.Edwards McKinnon dan Guru Besar UIN Ar Raniry Misri A.Muchlisin.

Menurut Azyumardi Azra, penyebaran Islam di Aceh telah berlangsung sejak abad ke 12 oleh ulama-ulama sufi sehingga budaya Islam dalam masyarakat Aceh telah tertanam dalam budaya lokal masyarakat. Selain itu, Aceh juga menjadi pusat penyebaran Islam karena posisinya yang stategis dalam bidang perdagangan dan maritim.

“Pada abad ke 16 Aceh telah berhubungan dengan masyarakatIslam secara global seperti Mekah dan Madinah,” sebutnya.

Arkeolog independen dan peneliti situs-situs sejarah di Sumatera E.Edwards McKinnon menyebut, kawasan Fansur dan Lamuri merupakan sebagai kota tua Islam yang berada di Kabupaten Aceh Besar yang telah hilang.

Negeri Fansur merupakan suatu pelabuhan purba yang menonjol dan termasyur. Namanya muncul dalam teks kuno Cina, Arab, Melayu, India, Armenia, Portugis dan Belanda. Namun, lanjutnya, pada abad ke-14 nama Negeri Fansur menghilang karena gempa dan tsunami.

“Hasil penelitian kami, lokasi Fansur berada di Lhok Pancu atau Lhok Lambaroneujib beberapa kilometer sebelah barat Kota Banda Aceh. Lokasi ini sesuai dengan tulisan Arab dari abad ke-9, di mana mereka menyebutkan Fansur dan Lamuri berdekatan,” terangnya.

Menurut E.Edwards, pada umumnya para peneliti beranggapan bahwa Fansur sebagai pelabuhan purba yang ramai telah menghilang pada abad ke-14 atau ke -15.

“Sekarang kita tahu ada dua tsunami purba tahun 1390 dan 1450 yang telah menghantam pantai Aceh Besar,” paparnya.

Selain itu, ada beberapa situs pubakala masa menengah yaitu antara abad ke 11 dan ke-16 sepanjang pantai di antara Ujong Pancu dan Krueng Raya, Aceh Besar. Sebagian situs tersebut telah diterkikis ombak air laut, termasuk Negeri Fansur dan beberapa permukiman purba dan pertahanan masa kesultanan yang terletak di pantai Aceh Besar.

Sementara itu, dikesempatan yang sama Guru Besar UIN Ar Raniry, Misri A.Muchlisin memaparkan sejumlah bukti-bukti sejarah peradaban Isam di Asia Tenggara yang asal mulanya lahir dari Kerajaan Pereulak dan Samudra Pase.

Seperti diketahui, Kenduri Kebangsaan 2020 di Kabupaten Bireuen yang digagas Yayasan Sukma Bangsa, Forum Bersama DPR dan DPD RI asal Aceh untuk membangun kembali semangat keacehan, keislaman, dan keindonesiaan. Kegiatan ini juga bertujuan sebagai pemersatu seluruh elemen masyarakat Aceh.

Seminar ini nantinya, juga dihadiri Ketua Forbes Anggota DPR dan DPD-RI asal Aceh, M. Nasir Jamil, anggota DPD- RI Fadhil Rahmi, Direktur Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Marthunis Bukhari, serta Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN AR-Raniry, Fauzi Ismail.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads