Pimpinan pondok pesantren di Lhokseumawe, Aceh, Ali Imran (45), divonis 190 bulan penjara karena terbukti mencabuli santri. Sedangkan seorang guru ngaji, Miyardi, dihukum 160 bulan penjara.
Sidang kedua terdakwa digelar di Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe, Kamis (30/1/2020). Terdakwa diadili dalam berkas perkara terpisah. Sidang dipimpin hakim ketua Azmir serta hakim anggota, Ahmad Luthfi dan Kamaruddin Abdullah.
Dalam persidangan terungkap, kedua terdakwa terdakwa terbukti mencabuli santri di pondok pesantren yang dipimpin Ali. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ali dengan hukuman 200 bulan penjara dan Miyardi 170 bulan bui.
Namun majelis hakim memvonis keduanya lebih ringan 10 bulan dari tuntutan JPU. Selain hukuman penjara, keduanya diwajibkan membayar restitusi masing-masing 30 gram emas murni kepada korban.
“Menjatuhkan hukuman terhadap Ali Imran dengan uqubat penjara selama 190 bulan,” putus Azmir.
Terdakwa terbukti melanggar pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Persidangan tersebut juga dihadiri sejumlah wali murid.
Penasihat hukum kedua terdakwa, Armia, mengatakan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim. Putusan tersebut sangat jauh dari fakta persidangan dan alat bukti yang sah.
“Kita akan banding,” kata Armia kepada wartawan.
Kasus pencabulan tersebut terungkap pada Juli 2019. Polisi menangkap Ali dan Miyardi setelah mendapat laporan dari keluarga santri.
“AI dan MY sudah kita amankan dan kita lakukan pemeriksaan lanjutan. Peristiwa itu terjadi di salah satu pesantren yang ada di Kota Lhokseumawe, di mana AI bertindak sebagai pimpinan pesantren sementara MY merupakan guru di tempat tersebut,” kata Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan didampingi Kasat Reskrim AKP Indra T Herlambang saat konferensi pers di Mapolres setempat, Kamis (11/7/2019).
Ari menyebutkan, dari hasil pemeriksaan, ada sekitar 15 anak yang menjadi korban perlakuan mereka. detik