Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, menilai Undang-Undang No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah perlu direvisi dan dipertegas penerapannya.
Hal itu sebagai salah satu cara terbaik untuk mengontrol penimbunan sampah yang berlebihan.
“Secara substansi UU tersebut sudah cukup baik dengan mencantumkan mekanisme infrastruktur dalam peggelolaan sampah dan kerja sama,” kata Dadek saat menerima kedatangan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di ruang Potensi Daerah Setda Aceh, Banda Aceh, Selasa, 28/1/2020.
Namun demikian, menurut Dadek, masih ada kekurangan pasal-pasal yang mengatur bagaimana menumbuhkan budaya hidup bersih di kalangan masyarakat Indonesia khususnya Aceh.
Dadek menginginkan dalam revisi UU itu, beberapa rekomendasi dari Pemerintah Aceh bisa dimasukkan. Di antara rekomendasi pihaknya adalah perlunya keterlibatan pihak swasta dalam mengelola sampah, sehingga sampah yang awalnya berbahaya dapat diubah menjadi produk yang bernilai ekonomis. Di samping itu, upaya peningkatan budaya peduli sampah di kalangan masyarakat juga perlu untuk terus ditingkatkan.
“Menumbuhkan budaya bersih harus dipercepat, masalah infrastruktur bisa dibangun banyak namun jika budaya bersih masih kurang sama saja. Budaya ini yang perlu dijaga dan di kembangkan dan itu semua harus dimulai dari kita sendri,” kata Dadek.
Sementara terkait keikutsertaan pihak swasta dalam mengelola sampah perlu didukung dengan regulasi yang tegas dari pemerintah pusat. “Kebijakan di pusat yang tepat akan memengaruhi yang di daerah juga,” kata Dadek
Sementara itu Ketua Delegasi Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, mengatakan pertemuan tersebut dilakukan untuk menyempurnakan revisi UU Nomor 18 tahun 2018 tentang pengelolaan sampah.
“Kedatangan kami dalam rangka menyusun dan menerima rekomendasi serta pandangan dari Aceh tentang pengelolaan sampah,” kata Mantan Gubernur Aceh tersebut.