Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menargetkan dana investasi dari Uni Emirat Arab sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp 42 triliun. Hal itu diketahui setelah Uni Emirat Arab menyepakati rencana investasi US$22,89 miliar atau setara Rp314,9 triliun (kurs Rp14.000) dengan Indonesia. Kesepakatan dicapai setelah Presiden Joko Widodo berkunjung ke negara itu beberapa hari lalu.
Nova Iriansyah mengatakan, pihak UEA berencana mengucurkan dana tersebut untuk sektor properti antara lain yang menunjang pariwisata seperti hotel atau resort di Sabang dan Banda Aceh, Industrial Estate di Ladong [Kabupaten Aceh Besar], dan Islamic Development Estate di Banda Aceh.
Namun begitu, Nova berharap investasi UEA juga menyasar sektor lainnya yang terbuka lebar di Aceh seperti pada bidang agrobisnis, halal food hingga petrochemical.
Sesuai arahan Presiden, kata Nova, Pemerintah Aceh akan menjemput bola dan mempermudah seluruh proses investasi masuk sesuai perundang-undangan. “Lebih cepat lebih baik, kita berharap 2020 sudah mulai perizinan,” kata Nova, Rabu (15/1/2020).
Kesepakatan kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Uni Emirat Arab meliputi kerja sama antarpemerintah dan business to business di bidang pendidikan, pertanian, pendidikan agama, investasi dan berbagai bidang lainnya.
Kerja sama tersebut disepakati senilai US$22,89 miliar dengan partisipasi UEA di dalamnya sebesar 33 persen atau senilai US$6,8 miliar. Seluruhnya terbagi atas lima proyek antarpemerintah (g to g) dan 11 proyek bisnis (b to b).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan UEA meminta untuk berinvestasi di sebuah pulau dengan udara bersih dan pantai yang bagus.
Menurut Luhut, investasi di Aceh rencananya akan dilakukan oleh adik Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed yaitu Syeikh Hamid.
“Pekan depan pihak UEA dan pemerintah Provinsi [Aceh] akan membicarakan ini, alasan mereka ingin berinvestasi di Aceh karena jarak terbang dari Abu Dhabi kira-kira hanya 5 jam,” katanya melalui keterangan resmi.
*Disbudpar Sambut Baik Rencana Investasi UEA*
Kepala Dinas Kebudayaan dan Periwisata Aceh, Jamaluddin, mengataka pihaknya sangat menyambut baik kabar invetasi tersebut. Ia mengatakan, sector pariwisata Aceh memang membutuhkan pembenahan yang hanya dapat dilakukan dengan modal besar.
“Seperti di Sabang, potensi pariwisatanya cukup besar sedangkan hotelnya yang berbintang masih belum ada, jadi butuh infrastruktur hotel di sana,” ujar Jamaluddin.
Selain hotel, Sabang juga disebut masih membutuhkan pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata lainnya termasuk pembangunan bandara komersial. Hal itu dikarenakan selama ini jalur tempuh ke Sabang hanya mengandalkan jalur laut.
“Selama ini di Sabang tidak ada lapangan penerbangan yang representatif, mungkin perlu dukungan untuk bandara internasional, sekarang kan belum ada bandara, yang ada hanya bandara miliki TNI-AU,” ujarnya.
Selain Sabang, sejumlah lokasi wisata lainnya juga masih membutuhkan pembenahan yang menelan banyak biaya. Seperti lokasi wisata Danau Lut Tawar di Aceh Tengah yang perlu dikelola dengan lebih baik lagi.
“Jadi biar turis mau tinggal lebih lama di Takengon, tentunya harus dikemas destinasi itu lebih baik seperti dengan membuat wahana-wahana permainan di danau, seperti halnya di Ancol,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, Aulia Sofyan, mengatakan ada empat kawasan yang dipersiapkan untuk menerima investasi UEA, yaitu Sabang, Aceh Tengah, Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe dan Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong di Aceh Besar. ADV